Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Puluhan desa di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur masih mempunyai tunggakan atau belum melunasi pajak. Totalnya mencapai miliaran rupiah.
Tunggakan pajak tersebut teridiri dari Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tunggakan pajak ini masuk dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) tahun anggaran 2022 dan 2023.
Tunggakan pajak yang harusnya disetor ke kas negara itu berasal dari Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat, serta Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bojonegoro, Djunaidi Djoko Prasetyo mengatakan, berdasarkan data per Rabu 2 September 2024, tak kurang dari 54 desa di Bojonegoro belum menyetorkan pajak atas APBDes tahun 2022 dan 2023.
Rincian pajak terutang terdiri dari 9 desa yang menunggak pajak tahun 2022 sebesar Rp605 juta. Kemudian 20 desa menunggak pajak tahun 2023 sebesar Rp2,99 miliar.
Serta 25 desa lainnya menunggak pajak tahun 2022 dan 2023 sekaligus, nilainya sebesar Rp3,71 miliar.
“Juumlah totalnya sebesar Rp7,32 miliar,” katanya kepada Suarabanyuurip.com, Jumat (04/10/2024).
Dijelaskan, sebelumnya ada 181 desa yang belum melunasi pajak atas APBDes tahun 2022 dan 2023. Total pajak terutang mencapai Rp11,79 miliar. Rinciannya, yakni tunggakan tahun 2022 sebesar Rp8,67 miliar dan tunggakan tahun 2023 sebesar Rp3,11 miliar.
KPP Pratama bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bojonegoro telah melakukan sosialisasi, imbauan, konseling, sampai dengan rekonsiliasi untuk menyelesaikan tunggakan pajak.
KPP Pratama Bojonegoro memberikan batas waktu pelunasan pajak hingga akhir September 2024.
“Setelah diberikan waktu hingga akhir September 2024 sisa tunggakan (outstanding) masih sebesar Rp7,32 miliar,” ungkap Djunaidi.
KPP Pratama Bojonegoro tetap akan mengedepankan ultimum remidium bagi pemerintah desa yang belum melunasi tunggakan pajak sampai batas waktu yang diberikan.
Lembaga di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ini akan menempuh jalur hukum sebagai jalan akhir.
“Sesuai Undang – Undang KUP Pasal 39, kami berharap agar pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa yang masih punya tunggakan agar segera melakukan pembayaran pajak, karena jika tidak maka ada konsekuensi hukum,” tandas Djunaidi.(fin)