SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Nilai atau skor yang diberikan oleh Ombudsman Republik Indonesia (RI) atas kepatuhan pemenuhan standar pelayanan publik yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur, pada 2023 lebih rendah dibanding tahun 2018. Meski begitu, nilai 2023 lebih baik dibanding tahun 2022.
Skor hasil penilaian kepatuhan standar pelayanan publik Pemkab Bojonegoro itu dikemukakan oleh Kepala Ombudsman RI Mokhammad Najih dalam wawancara cegat kepada Suarabanyuurip.com di sela-sela agenda kunjungan kerja untuk melihat perkembangan pengelolaan penyelenggara pelayanan publik baik yang dijalankan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun Mall Pelayanan Publik (MPP).
“Nilai Pemkab Bojonegoro meningkat dari di bawah 70 pada 2022 menjadi 86 pada 2023, naik dari zona kuning ke zona hijau,” kata Mokhammad Najih usai bertemu Pj Sekda Bojonegoro, Djoko Lukito dan jajaran di gedung putih lingkungan Pemkab Bojonegoro, Jumat (11/10/2024).
Dalam kunjungan ini, pria kelahiran Lamongan itu juga melakukan sosialisasi tentang perubahan opini pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik untuk tahun 2025. Tahun depan Ombudsman akan menerbitkan opini pelayanan publik.
Najih melanjutkan, ihwal penilaian kepatuhan pemenuhan standar pelayanan publik, itu diambil dari empat dimensi yang dilakukan dengan metode mystery shopping (kedatangannya tanpa pemberitahuan, datang langsung mendokumentasikan, dan wawancara).
Empat dimensi itu yakni, dimensi pertama adalah input dari kesiapan sumber daya penyelenggara pelayanan (SDM) dan sarana prasarana. Kemudian dimensi kedua, dimensi proses yakni terkait dengan bagaimana tata kelola informasi kepada masyarakat tentang persyaratan, standar layanan, biaya, maklumat layanan, dan lainnya.
“Ada 14 layanan sesuai Pasal 10 UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sebagai tolok ukur melihat standar,” ujarnya.
Dimensi ke tiga, output terkait dengan produk layanan. Bagaimana respon publik terhadap pelayanan. Apakah sudah memuaskan, ada atau tidaknya maladministrasi, seberapa jauh pelayanan, dan bagaimana penyelenggara pelayanan menjalankan hasil evaluasi ombudsman.
Sedangkan pada dimensi keempat tentang pengaduan. Bagaimana respon dan tata cara penanganannya jika ada publik yang melakukan pengaduan terhadap sistem layanan.
“Dari agregat yang disampaikan, Bojonegoro sudah masuk zona hijau, atau kepatuhan sudah baik, dari sebelumnya zona kuning,” tegasnya.
Kedepan, kata dia, Ombudsman dalam melakukan penilaian terkait OPD dan MPP bukan lagi pada standar layanan. Tetapi lebih menekankan pada citizen sentris. Dimana lebih mendengarkan aduan masyarakat terkait layanan informasi.
Untuk diketahui, dalam pemberitaan Suarabanyuurip.com sebelumnya Pemkab Bojonegoro pernah mendapat penghargaan dengan skor tinggi kategori Pemerintah Kabupaten Zona Hijau 2018 dari Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman RI.
“Dari seluruh penilaian Bojonegoro mendapat nilai 88.20,” kata Wakil Bupati Bojonegoro, Budi Irawanto yang menerima penghargaan masa itu melalui siaran resmi yang dikirim Bagian Humas dan Protokoler kepada Suarabanyuurip.com, Selasa (11/12/2018).
Sebaliknya, Bojonegoro juga pernah menjadi Pemerintah Daerah yang mendapatkan predikat penilaian zona kuning terhadap pemenuhan standar pelayanan publik sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 pada tahun 2021 atau era rezim Anna Mu’awanah dengan skor 62,80.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Bojonegoro, Djoko Lukito mengungkapkan, akan terus mendorong OPD untuk melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan meskipun sudah terpenuhi. Sehingga masih dimungkinkan bisa mencapai skor lebih tinggi lagi.
Salah satu contoh bentuk Pemkab Bojonegoro melakukan perbaikan ialah mendorong OPD memperbaiki layanan informasi publik dengan membuat Bojonegoro Inovasi Award. Itu sebagai cara dan komitmen pijaknya meningkatkan layanan.
“Dan temuan Ombudsman tentu akan kami tindaklanjuti,” tandasnya.(fin)