SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Praktisi hukum Bojonegoro, Agus Susanto Rismanto mendesak DPRD setempat meminta pertanggungjawaban penggunaan anggaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) secara transparan.
Desakan Gus Ris, panggilan akrab Agus Susanto Rismanto ini, menyikapi gagalnya debat publik pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bojonegoro yang diselenggarakan oleh KPU. Lembaga penyelenggara pemilu ini gagal melaksanakan debat pada 19 Oktober 2024, dan 1 November 2024.
“Komisi A DPRD Bojonegoro harus menggunakan kewenenangannya. Jika perlu, harus dilakukan audit investigasi tentang penggunaan anggaran yang sudah dikeluarkan baik KPUD maupun Bawaslu,” tegasnya, Minggu (10/11/2024).
Menurut Gus Ris, audit investigasi penggunaan anggaran oleh KPU dan Bawaslu ini perlu dilakukan, karena kedua lembaga tersebut memperoleh bantuan hibah yang bersumber dari APBD Bojonegoro.
“Ini untuk mengetahui apakah uang rakyat itu benar-benar efektif digunakan. Jangan sampai uang itu disalahgunakan atau digunakan kegiatan tetapi mubazir seperti dalam pelaksanaan debat pertama tanggal 19 Oktober 2024 lalu,” tandas mantan Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro periode 2004-2014 ini.
Sebab, lanjut Gus Ris, pelaksanaan debat publik lanjutan Pilkada Bojonegoro sampai saat ini belum ada kejelasan. Meskipun KPU telah menjadwalkan debat dilaksanakan pada 13 November 2024, namun kedua paslon belum sepakat dengan format debat yang ditawarkan.
Menurut dia, penyelenggaraan tahapan pilkada di Kabupaten Bojonegoro sudah tidak memenuhi standart peraturan baku yang diatur dalam Undang-undang Pilkada. KPU Bojonegoro tidak memakai regulasi dalam pengambilan keputusan dan juga konsistensi melaksanakan tahapan penyelenggaraan yang sudah diputuskan, sehingga tidak ada kepastian hukum.
“Parahnya itu justru dilegitimasi oleh Bawaslu. Oleh karena itu, DPRD Bojonegoro semestinya sesuai tupokisinya lebih fokus di dalam memantau dan mengevaluasi semua tahapan yang akan dilakukan dan yang telah dilakukan oleh KPU,” saran pendiri GusRis Foundation ini.
Gus Ris menjelaskan, tidak adanya kepastian hukum dalam penyelenggaraan tahapan Pilkada Bojonegoro ini biasanya akan memunculkan banyak konsekuensi di belakang hari. Mulai dari pelanggaran hukum hingga memicu gesekan sosial antarpendukung dari masing-masing pasangan calon karena saling merasa tidak diperlakukan secara proporsional sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Dampak sosial dari sikap penyelenggara pilkada ini justru lebih berbahaya, karena cost sosialnya tinggi,” kata pria yang sekarang ini berprofesi sebagai pengacara.
Gus Ris berharap pelaksanaan debat berikutnya jangan digunakan sebagai eksperimen, tanpa mempertimbangkan seluruh aspek yang mungkin terjadi. Sebab, jika pelaksanaan debat publik Pilkada Bojonegoro sampai gagal lagi, justru akan semakin menimbulkan kerugian lebih banyak bagi masyarakat maupun keuangan daerah.
Komisioner KPU Bojonegoro Divisi Teknis Penyelenggaraan, Ariel Sharon dalam rapat kerja dengan Komisi A DPRD, Rabu (06/11/2024) lalu, menyatakan, bahwa debat perdana telah terbayar menggunakan anggaran APBD. Pembayaran itu diberikan kepada even organizer (EO) untuk penyelenggaraan sebesar Rp147 juta lebih. Sedangkan untuk lembaga penyiaran sebesar Rp86 juta lebih.
“Total anggaran yang kami gunakan kurang lebih sebesar Rp233 juta,” beber Ariel Sharon.
Mendapat penjelaskan tersebut, pimpinan rapat, Choirul Anam meminta agar debat tetap dilaksanakan. Alasannya, KPU telah mendapat dana hibah dari APBD total sebesar Rp 81 miliar.
“Kami minta debat harus dilangsungkan dengan segala risikonya,” tegas politisi PPP ini.(jk)