Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro Jadi Dosen Praktisi di Unigoro

Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro, Hario Purwo Hantoro, SH., MH mengisi kuliah praktisi Prodi Hukum Unigoro.
Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro, Hario Purwo Hantoro, SH., MH mengisi kuliah praktisi Prodi Hukum Unigoro.

SuaraBanyuurip.com – Program studi (Prodi) Hukum Universitas Bojonegoro (Unigoro) menggelar kuliah praktisi di Ruang Adu Ide Rektorat Unigoro, Rabu (8/1/25). Kuliah praktisi mengusung tema analisis dampak putusan terhadap keadilan. Hakim Pengadilan Negeri Bojonegoro, Hario Purwo Hantoro, SH., MH hadir sebagai dosen praktisi.

Rektor Unigoro, Dr. Tri Astuti Handayani, SH., MM., M.Hum., menuturkan, kuliah praktisi bertujuan untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa. Agar wawasan tentang teori dan praktik seimbang. Terlebih mahasiswa-mahasiswi hukum perlu memahami proses hakim dalam merumuskan putusan.

“Saya berharap para mahasiswa bisa mengikuti kegiatan kuliah praktisi dengan baik. Serta bisa memanfaatkan momen tersebut untuk berdiskusi dengan hakim secara langsung,” tutur dosen pengampu mata kuliah hukum pidana ini.

Di hadapan para mahasiswa, Hario membagikan kisahnya ketika mengadili berbagai perkara. Dia menerangkan, putusan hakim adalah suatu pernyataan dari pejabat negara yang diberi wewenang untuk diucapkan di persidangan. Tujuannya untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antar pihak. Putusan pengadilan selain mengandung aspek kepastian hukum atau keadilan prosedural, juga mempertimbangkan aspek lain. Yakni legal justice, moral justice, dan social justice.

Di momen ini, Hario merespon salah satu pertanyaan mahasiswa terkait apakah putusan hakim di Indonesia mengutamakan keadilan prosedural atau keadilan substantif.

“Sebagai hakim, tentu kami menegakkan keadilan substantif dan keadilan prosedural. Contohnya, di Bojonegoro kami sering menyidangkan perkara perlindungan anak atau persetubuhan. Kalau saklek pada prosedural, tentu terdakwa bisa dijatuhi putusan pidana penjara lima sampai sepuluh tahun. Tetapi fakta persidangan, persetubuhan terjadi karena faktor suka sama suka. Pihak terdakwa dan korban sepakat berdamai. Sehingga putusan hakim akhirnya menyimpang dari ketentuan minimal. Ini contoh dari keadilan substansif,” terang pria yang menjabat Humas Pengadilan Negeri Bojonegoro ini.

Restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif mendapatkan atensi khusus dari masyarakat. Seiring akan diberlakukannya KUHP terbaru per 1 Januari 2026. Menurut Hario, keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Namun, penerapan keadilan restoratif ini tidak serta merta menghapus pertanggung jawaban pidana.

“Ada lima tindak pidana yang bisa diselesaikan dengan RJ. Pertama, tipiring (tindak pidana ringan) dengan kerugian kurang dari Rp 2,5 Juta. Kedua, tindak pidana berupa delik aduan. Ketiga, tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dalam satu dakwaan. Keempat, tindak pidana dengan pelaku anak yang diversinya tidak berhasil. Kelima, tindak pidana lalu lintas,” paparnya.

Hario menekankan, RJ tidak bisa diterapkan apabila korban atau terdakwa menolak berdamai serta terdapat relasi kuasa. Selain itu, residivis atau terdakwa yang mengulangi tindak pidana sejenis juga tidak bisa mendapatkan keadilan restoratif.

“Inti dari RJ adalah pemulihan keadaan seperti semula. Jadi keadilan untuk korban terpenuhi, keadilan untuk terdakwa juga terpenuhi,” imbuhnya.

Mahasiswa prodi hukum Unigoro tampak antusias dengan topik kuliah praktisi kali ini. Mereka memanfaatkan momen diskusi untuk menjawab rasa penasarannya tentang keadilan restioratif.(red)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait