SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Bencana alam banjir bandang acap kali menerjang sejumlah desa di Kecamatan Gondang. Terakhir, banjir bandang di wilayah sisi selatan Kabupaten Bojonegoro itu terjadi pada 7 Maret 2025.
Untuk mencegah bencana banjir bandang berulang di Kecamatan Gondang, ahli klimatologi Universitas Bojonegoro (Unigoro), Dr. Heri Mulyanti, S.Si., M.Sc. menyarankan, itu harus memiliki early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini berupa alat pengukur curah hujan.
Ia mengatakan, hujan deras selama satu jam terus-menerus itu sudah warning bagi masyarakat Gondang. Maka perlu sistem peringatan dini yang harus ditaruh di sana untuk mengetahui intensitas curah hujannya sudah sampai di angka berapa mm (milimeter) akan terjadi banjir bandang.
“Misalnya selama sepuluh menit bisa menggambarkan grafik hujannya seperti apa. Sehingga orang-orang harus segera mengungsi dan menyelamatkan harta bendanya,” katanya kepada Suarabanyuurip.com, Selasa (11/3/2025).
Dia melanjutkan, merujuk pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Jawa Timur, diprediksi akan terjadi hujan ekstrem di Bojonegoro mulai 11 hingga 20 Maret 2025. Sedangkan wilayah sisi selatan Kabupaten Bojonegoro memiliki curah hujan yang tinggi karena elevasi tanahnya juga tinggi.
Menurut Heri, begitu ia disapa, banjir bandang di Gondang terjadi akibat tingginya curah hujan, namun air tidak bisa meresap ke dalam tanah karena tutupan hutannya berkurang. Sehingga, air hujan mengalir ke Kali Gandong.
Sementara berdasarkan pengamatan dari citra satelit, sepanjang aliran Kali Gandong telah berkurang tutupan hutannya dan banyak rumah warga didirikan. Sebab, aliran banjir selalu melewati sungai. Maka satu-satunya cara sebenarnya adalah tidak membangun rumah dekat sungai.
“Tapi kalau sudah terlanjur (membangun) maka pondasinya harus lebih tinggi dan punya material yang kokoh. Karena energinya (banjir bandang) besar. Kalau sudah ada tanda-tanda hujannya deras, harus segera mengevakuasi diri,” bebernya.
Ditambahkan, hujan deras lebih dari tiga hari berturut-turut membuat penyerapan air dalam tanah kurang optimal. Terutama di area hutan yang wilayah tutupan pohonnya berkurang akibat deforestasi. Sistem penyerapan air dalam tanah oleh pohon dimulai dari daunnya dahulu, lalu ke batang, dan berakhir di tanah. Keberadaan pohon berfungsi memperlambat penyerapan air ke tanah.
“Kalau pohonnya sudah gak ada, ya sudah terkumpul semua. Makanya banjir bandang di sana itu terjadi terus menerus,” tambahnya.
Terkait hal itu, bencana meteorologi diprediksikan akan terjadi di Kabupaten Bojonegoro selama musim hujan. Di antaranya banjir luapan, banjir bandang, longsor, dan angin kencang. Heri memperkirakan, musim penghujan akan berakhir di penghujung April. Namun kawasan Bojonegoro harus bersiap menghadapi kemarau panjang.
“Tapi kemungkinan tidak ada gangguan iklim seperti La Nina dan El Nino,” tandas dosen ilmu lingkungan Unigoro ini.(fin)