Oleh : Fitria Yuliani
Pemberdayaan perempuan di Indonesia telah menunjukkan kemajuan, namun masih menghadapi berbagai tantangan signifikan yang menghambat tercapainya kesetaraan gender secara menyeluruh. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia mencapai 91,85 pada 2024.
Angka itu stagnan dibandingkan dengan skor 2023. Dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia terus menunjukkan peningkatan dan mencapai nilai tertinggi pada tahun 2024, yaitu 77,62. IDG mengukur tingkat partisipasi wanita dalam proses pengambilan keputusan di bidang politik dan ekonomi, dan telah mengalami kenaikan yang konsisten selama sepuluh tahun terakhir.
Salah satu tantangan utama adalah ketimpangan akses layanan kesehatan, termasuk pemenuhan gizi, kesehatan reproduksi, kematian ibu, serta kesehatan jiwa. Kekerasan terhadap perempuan dan anak juga masih tinggi, hal itu menjadi hambatan serius dalam pemberdayaan perempuan. Data Komnas Perempuan dan laporan kementerian kesehatan menegaskan perlunya kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi masalah ini, yang mana melibatkan pemerintah, lembaga swasta, dan komunitas.
Selain itu, bias gender yang mengakar dalam kebijakan publik dan norma sosial patriarki memperkuat ketimpangan. Perempuan seringkali terpinggirkan dalam pengambilan keputusan politik dan ekonomi, meski kuota 30% keterwakilan perempuan telah diterapkan dalam lembaga legislatif. Hambatan struktural ini, juga terlihat dalam perlindungan pekerja perempuan di sektor informal serta akses pendidikan dan pelatihan yang belum merata.
Peluang pemberdayaan perempuan terbuka lebar melalui peran aktif mereka dalam sektor ekonomi, terutama Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menyumbang pendapatan besar bagi perekonomian nasional. Namun, partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan posisi strategis masih rendah, sehingga diperlukan kebijakan afirmatif yang lebih efektif dan penguatan kapasitas perempuan di berbagai bidang.
Pendekatan holistik seperti Model Penta Helix, yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan kolaborasi multipihak, menjadi strategi penting untuk memperkuat pemberdayaan perempuan. Pemerintah juga menegaskan komitmennya membangun lingkungan kondusif yang melibatkan laki-laki sebagai mitra strategis dalam mendorong perubahan berkelanjutan menuju kesetaraan gender.
Dengan sinergi antara pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan lembaga pendidikan, Indonesia memiliki potensi untuk mempercepat kemajuan pemberdayaan perempuan. Upaya ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan perempuan, tetapi juga mendukung pembangunan yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh bangsa.
Penulis adalah Wakil Ketua V Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan PC IPPNU Kabupaten Bojonegoro.