SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro – Sejumlah jurnalis dan pengelola media yang tergabung dalam organiasi pers di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur mengaku keberatan dengan seringnya tulisan berita karya mereka didistribusikan ulang tanpa izin oleh sejumlah akun media sosial.
Untuk itu, melalui organisasi pers konstituen resmi Dewan Pers yang menaungi para wartawan dan perusahaan media massa, mereka memberikan peringatan keras kepada sejumlah pengelola akun TikTok. Sebab acap mengambil dan memproduksi ulang konten berita di akun yang dikelola tersebut
Dua akun yang menjadi sorotan adalah Bojonegoro Kita dan Bojonegoro Habits. Kedua akun tersebut dinilai sering menyalin berita dari media siber secara utuh, lalu membagikannya kembali dalam format video maupun foto atau unggahan.
“Ini sangat merugikan kami selaku pengelola media. Berita yang mereka unggah ulang bisa mengalihkan traffic pembaca dari portal resmi kami ke akun mereka,” ungkap Imam Nurcahyo, pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur, sekaligus pengelola media beritabojonegoro.com.
Lebih lanjut, Imam menegaskan, bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Hak Cipta dan Informasi serta Transaksi Elektronik (ITE). Ia pun tak menutup kemungkinan akan menempuh jalur hukum.
“Kalau praktik ini terus berlanjut, kami akan mempertimbangkan untuk melaporkannya ke Polres Bojonegoro,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bojonegoro, M. Yazid, mengecam keras pencomotan karya tulis dari wartawan yang ditengarai diambil dan disebarkan tanpa izin pemilik karya oleh pengelola akun TikTok.
“Seperti halnya karya lainnya termasuk seni, tulisan jurnalistik juga punya pemilik, yaitu penulisnya,” ujar pria yang juga wartawan di Kantor Berita Antara ini kepada Suarabanyuurip.com, Selasa (19/8/2025).
Menurut Ketua PWI Bojonegoro dua periode ini, setiap karya jurnalistik adalah karya cipta atau ciptaan yang dilindungi oleh Undang-Undang (UU). Oleh sebab itu tidak boleh disadur, diambil sebagian, apalagi diklaim tanpa izin pemilik karya.
“Agar kebebasan pers tetap sehat dan beretika, maka ada pondasi penting yakni berupa perlindungan atas hak cipta yang dimiliki para wartawan,” ungkapnya.
Menurut Yazid, dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pemegang hak cipta atas karya jurnalistik adalah penciptanya, yaitu adalah wartawan itu sendiri, kecuali ada perjanjian pengalihan hak dengan media tempatnya bertugas.
Jika terjadi pengalihan hak cipta, maka media tempatnya bekerja bisa menjadi pemegang hak cipta atas karya jurnalistik tersebut. Meski begitu, hak moral tetap melekat pada pencipta atau wartawan yang membuat karya jurnalistiknya.
“Sehingga nama pencipta dalam karya tulis tidak boleh dihilangkan,” bebernya.
Senada, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro, Mohamad Suaeb, menyatakan dukungannya terhadap langkah hukum jika diambil oleh rekan-rekan jurnalis dan pengelola media.
“Produk jurnalistik bukanlah konten biasa. Dibaliknya ada proses panjang, tenaga, pikiran, dan biaya. Jika kemudian diambil mentah-mentah oleh akun komersial, tentu ini merugikan,” ujar Suaeb, yang juga jurnalis Radar Bojonegoro.
Suaeb menambahkan, reposting konten berita secara utuh di media sosial berdampak langsung terhadap jumlah pembaca di media asli, yang pada akhirnya bisa menurunkan potensi pendapatan dari iklan.
“Ini bisa masuk kategori plagiarisme, melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Berita yang direpos ulang medsos itu, dampaknya viewer di website pasti turun karena orang cukup melihat dari medsos. Dampaknya bisa ke iklan dan pendapatan media,” tandasnya.(fin)