SuaraBanyuurip.com – Ririn Wedia
Bojonegoro – Wakil Bupati (Wabup) Bojonegoro, Jawa Timur, Setyo Hartono mengatakan jika pengentasan kemiskinan di wilayahnya lambat karena kebijakan yang salah. Salahsatunya tata cara satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang dapat bantuan dari APBN maupun APBD masih belum bersinergi, dan terukur.
“Sehebat apapun program jika implementasinya tidak tepat maka jangan harap berhasil,” tegasnya.
Seharusnya, lanjut dia, bantuan yang diterimakan dari APBN utamanya harus tepat sasaran dan bantuan tidak tersentral. Kedua data harus riil dan jangan sampai dimanipulatif hanya untuk menyenangkan pimpinan baik bupati ataupun wabup.
“Penurunan kemiskinan diukur dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin bukan sekadar angka. Yang penting adalah kita melakukan instropeksi diri, melakukan evaluasi dan membuka akses bagi orang yang berpotensi,†pungkasnya.
Pada bagian lain, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bojonegoro, I Nyoman Sudana menjelaskan, untuk mengentas kemiskinan ini pemkab memakai sistem pemantauan kemiskinan berbasis Gerakan Desa Sehat dan Cerdas (GDSC).
“Sejak tahun 2010 penanganan kemiskinan di Bojonegoro melambat dan cenderung stagnan,†sambung I Nyoman Sudana.
Ada beberapa faktor yang mempengarhui lambatnya penanganan kemiskinan ini antara lain karakteristik penduduk miskin yang kronis, banyak program yang kurang tepat baik lokasi maupun sasaran, lemahnya sinergi antara lintas sektoral.
Saat ini Kabupaten Bojonegoro masuk dalam 10 besar Kabupaten miskin di Jawa Timur. Dari jumlah 29 Kabupaten dan 9 Kota di Provinsi Jawa Timur, Bojonegoro masuk dalam peringkat kesembilan. (rien)