SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – IDFoS Indonesia meminta agar kasus kematian balita berusia 5 bulan 10 hari, Rahma Sheva Kamilia, asal Desa Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, didalami karena menyangkut nyawa manusia.
Kepala Divisi Advokasi Kebijakan dan Lingkungan Hidup IDFoS Indonesia, Ahmad Muhajirin menyampaikan pendalaman perlu dilakukan untuk mengetahui apakah petugas Puskesmas Purwosari sudah menjalankan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan dan pemeriksaan, serta SOP kegawatdaruratan pasien.
“Jika petugas tidak memenuhi SOP perlu diberikan sanksi. Namun sanksi tidak hanya sebatas petugas pada saat itu, tapi bisa diberikan pula kepada penanggung jawab pada saat kejadian,” tegas Muhajir, panggilan akrabnya, kepada suarabanyuurip.com, Rabu (2/9/2020).
Menurut dia, Puskesmas Purwosari harusnya memberikan pelayanan sesuai prosedur. Baik prosedur layanan maupun prosedur tindakan kegawatdaruratan. Prosedur layanan sudah selayaknya pasien harus diberikan dengan layanan yg terbaik.
“Apalagi saat itu pasien datang jam 9 malam. Itu bisa dikatakan kondisi pasien tidak baik,” tandasnya.
Melihat kronologis kematian korban, lanjut dia, seharusnya pusat kesehatan masyarakat (PKM) mengikuti prosedur medis yang baik, jangan sampai mengambil tindakan di luar prosedur. Artinya, jika pasien memang sudah tidak mungkin ditangani di PKM seharusnya dirujuk ke fasilitas kesehatan (Faskes) yang lebih tinggi.
“Bukan diminta pulang ke rumah lagi tanpa memberikan solusi. Hingga akhirnya terlambat ditangani,” ujar Muhajir.
Oleh karena itu, pihaknya meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk mengevaluasi SOP-SOP yang ada di PKM. Selain itu memberikan supervisi sekaligus menjatuhkan sanksi bagi yang bersalah dan memberikan penghargaan bagi yang berprestasi.
“PKM difasilitasi Dinkes harus melibatkan masyarakat dalam pengawasan pelayanan, pembuatan SOP pelayanan,” sarannya.
Muhajir menambahkan, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro diharapkan meningkatkan kapasitas PKM, baik sarana prasarana, maupun kompetensi sumber daya manusia (SDM).
“Seoptimalnya pelayanan kesehatan berada di PKM kecuali kondisi-kondisi berat,” pungkasnya.
Sheva meninggal dunia pada 24 Agustus 2020. Anak kedua Anik Azizah itu sebelumnya menderita sakit diare. Kemudian oleh keluarga dibawa ke bidan desa setempat dan memperoleh obat obat Inamid dan Paracetamol pada Minggu (23/8/2020), sore pukul 16.00 Wib.
Setelah pulang ke rumah, kedua obat diminumkan. Namun kondisinya justru memburuk. Diarenya bertambah parah.
Keluarga memutuskan membawa Sheva ke Puskesmas Purwosari pukul 21.00 Wib. Petugas puskesmas kemudian periksa suhu tubuh korban. Pihak keluarga sudah meminta agar dirawat di Puskesmas Purwosari.
Namun petugas menyarankan agar korban dibawa pulang ke rumah, dan bila matanya sudah cekung dan bibirnya biru dibawa kembali ke puskesmas lagi.
“Karena kondisinya semakin parah, akhirnya kami membawa ke PKU Kalitidu tanpa surat rujukan dari Puskesmas. Paginya oleh PKU dirujuk ke Aisiyah, dan pukul 12 siang Sheva tidak tertolong,” ujar Siti Musdalifa, tante Sheva saat ditemui di rumahnya.
Kepala Dinas Kesehatan Bojonegoro, Ani Pujiningrum berjanji segera melakukan evaluasi terhadap sistem pelayanan di Puskesmas Purwosari.
“Peristiwa ini akan kami jadikan evaluasi bersama agar ke depan pelayanan di fasilitas kesehatan lebih ditingkatkan integritas dan dedikasinya dalam melayani masyarakat,” ujarnya melalui siaran persnya usai bertemu keluarga korban dan Puskesmas Purwosari.(suko)
Â