SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Jakarta – Produksi minyak Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dihentikan sementara karena adanya rencana perawatan (planned shutdown)Â sumur produksi pada September ini.
Plt. Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih menjelaskan penghentian sementara produksi Lapangan Banyu Urip ini merupakan salah satu dari enam strategi hasil pemikiran serta diskusi antara SKK Migas-Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) agar target lifting tahun 2020 dapat tercapai pada masa pandemi Covid-19 dan harga minyak rendah.
Strategi pertama adalah optimasi lifting serta mempersingkat waktu planned shutdown lapangan utama migas yaitu Lapangan Banyu Urip yang dioperasikan oleh ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL).
“Kami bersama EMCL juga mengusahakan agar planned shutdown yang dilakukan di September ini dapat dilakukan secara optimasi, sekitar 9 hari,†ucap Susana melalui siaran resminya, Senin (21/9/2020).
Produksi Banyu Urip per 12 Agustus 2020 sudah mencapai 228 ribu BOPD (barel minyak per hari).
“Kami sedang mengupayakan kemampuan lifting agar dapat mengakomodir kenaikan produksi,” tegasnya.
Susana sebelumnya menyampaikan kemampuan produksi Lapangan Banyu Urip dapat ditingkatkan lebih tinggi dari diperkirakan sebelumnya. Yakni dari produksi 220 ribu bopd pada awal tahun 2020, menjadi 235 ribu bopd. Karena semua izin yang dibutuhkan untuk melakukan peningkatan produksi sudah diperoleh.
Izin peningkatan produksi yang dimaksud Susana adalah izin Amdal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta persetujuan layak operasi (PLO) instalasi EMCL untuk mendukung peningkatan produksi yang dikeluarkan oleh Ditjen Migas untuk berproduksi di atas 220 ribu BOPD hingga 235 ribu BOPD.
Strategi kedua ialah melakukan akselerasi sebelas sumur pengeboran di Wilayah Kerja Rokan pada Kuartal IV 2020. SKK Migas saat ini mengusahakan agar Head of Agreement antara Chevron Pacific Indonesia dan SKK Migas dapat segera diselesaikan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pengeboran tersebut.
Adapun strategi yang ketiga ialah optimasi pelaksanaan rencana kerja KKKS Pertamina EP. “Ini merupakan hal yang harus bisa direalisasi karena kontribusinya sangat berarti pada capaian target.
“Kami berharap agar Pertamina EP dapat merealisasi semua program yang direncanakan di sisa tahun 2020â€, ujarnya.
Untuk srategi keempat, SKK Migas dan beberapa KKKS juga menyiapkan langkah-langkah agar dapat mengeksekusi komitmen program kerja, antara lain bersama KKKS PT Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu untuk melakukan 13 sumur yang belum dibor, KKKS Odira Karang Agung untuk melakukan 3 work over, dan KKKS Camar Resource Canada untuk melakukan reaktifasi platform.
Strategi kelima adalah melakukan optimasi penyerapan offtaker gas.
“Sejak Juli 2020 serapan gas mulai meningkat akibat menggeliatnya kembali perekonomian. Momentum ini akan jajaki agar para buyer dapat menyerap gas sesuai dengan kontrak yang ada,†tambah Susana.
Sedangkan untuk strategi terakhir, Susana menyampaikan SKK Migas akan segera melakukan uji coba skema No Cure No Pay terkait untuk mendapatkan tambahan produksi jangka pendek.
“FGD atau Focus Group Discussion antara SKK Migas, KKKS, dan penyedia jasa teknologi telah dilaksanakan pada 26 Agustus 2020. Para kontraktor yang mengalami hambatan dalam pelaksanaan program kerja dapat segera bekerja sama dengan para technology providers,†pungkasnya.
Dalam perhitungan SKK Migas, apabila semua skenario tersebut berjalan maka akan menambah lifting minyak secara rata-rata tahunan sebesar 3.900 BOPD dan gas sebesar 70 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).(suko)