Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim), menggelar seminar seputar dunia media pers di pendapa kabupaten setempat, Senin (10/10/2022). Kegiatan tersebut mengusung tema “Jurnalistik di Era Media Sosial”.
Acara edukatif ini menghadirkan dua narasumber. Yaitu Ahmad Taufiq, mantan General Manager Harian Radar Bojonegoro yang kini mengajar sebagai dosen FISIP Universitas Bojonegoro. Kedua Machmud Suhermono, Wakil Ketua PWI Jatim Bidang Organisasi.
Ahamd Taufiq memaparkan, dari sisi antropologi, bagaimana manusia berevolusi sejak masih menjadi homo sapiens hingga berkembang menjadi homo digitalis. Sampai pada revolusi komunikasi manusia.
Mantan jurnalis ini juga menyampaikan perihal cara masyarakat mendapatkan informasi. Berdasarkan survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KCI) bekerja sama dengan Kementerian Kominfo yang dirilis awal 2022.
Dosen FISIP Unigoro, Ahmad Taufiq, sedang menjelaskan bagaimana manusia berevolusi sejak masih menjadi homo sapiens hingga berkembang menjadi homo digitalis. Sampai pada revolusi komunikasi manusia.
© 2022 suarabanyuurip.com/Arifin Jauhari
Diperoleh data, dimana masyarakat mendapatkan informasi paling banyak berasal dari media sosial (medsos) yang mencapai 73%. Disusul media televisi mencapai porsi 59,7%. Kemudian berita online di posisi ketiga sebesar 26,7%. Selanjutnya situs resmi pemerintah 13,9%. Media cetak berada pada porsi yang dinilai memprihatinkan yaitu 4%, setara dengan radio dengan prosentase sama.
Luasnya pengguna medsos di saat bersamaan juga menimbulkan sejumlah masalah. Pertumbuhan pengguna yang masif membuka ruang yang lebih luas untuk meningkatknya penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi. Antara lain hoaks, hatespeech atau ujaran kebencian, penipuan, bullying, dan ketidaksopanan di medos.
Bahkan, diketahui dari survei Microsoft mengenai indeks kesopanan digital per Februari 2021, Indonesia berada di peringkat 29 dari 38 negara dengan indeks skor 76.
“Artinya, netizen Indonesia mendapatkan predikat paling tidak sopan se-Asia Tenggara,” kata Taufiq.
Menyinggung perihal bagaimana sikap media massa atas “Hegemoni Media Sosial” tersebut. Taufiq menegaskan bahwa konvergensi media adalah kuncinya.
“Hal ini memungkinkan para profesional di bidang media massa dalam menyajikan berita dengan menggunakan berbagai macam media,” tandasnya.
Sementara itu, Machmud Suhermono menjelaskan tentang tantangan media di era digital. Salah satunya dijelaskan mengenai hoaks dan bagaimana cara menghindarinya.
Wakil Ketua PWI Jatim Bidang Organisasi ini menyebutkan, ciri-ciri informasi hoaks yang mudah dikenali. Diantaranya judul informasi yang selalu bombastis. Tetapi alamat website-nya tidak jelas. Biasanya tidak mencantumkan nama penulis dan alamat redaksi. Namun narasinya profokatif, dan memanipulasi foto dan keterangan gambar, serta meminta dishare atau diviralkan.
“Tahan jempolnya ya kalau mengenali ciri-ciri hoaks. Jangan langsung share. Mohon hati-hati,” ujarnya.
Para pengguna medsos bisa menghindari hoaks dengan beberapa cara. Misalnya dengan menggunakan platform yang peduli dalam melawan hoax. Antara lain, TURNBACKHOAX.ID, atau CEKFAKTA.COM.
“Kalau informasinya tidak benar pasti akan langsung muncul stempel hoaks. Judul atau fotonya di drag ke kanal tersebut, nanti pasti diberitahu hasilnya,” tegasnya.(fin)