SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro kepada Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dikhawatirkan menimbulkan kemarahan rakyat. Musababnya persoalan kebutuhan dasar masyarakat di Bojonegoro sendiri banyak yang belum terselesaikan.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, Sukur Priyanto, menyikapi usulan Pemkab Bojonegoro memberikan bantuan uang kepada kabupaten jiran (tetangga) yang tercantum dalam draf KUA PPAS P-APBD Bojonegoro Tahun Anggaran 2023.
“Kami perlu pertimbangkan dan matangkan dulu, karena kami khawatir juga nanti rakyat marah, gimana uang kok dihambur-hamburkan seperti itu,” katanya kepada SuaraBanyuurip.com, Kamis (14/09/2023).
Padahal, menurut Politikus Partai Demokrat ini, masih banyak kegiatan-kegiatan prioritas di kabupaten yang terkenal dengan cemilan ledre (sebutan lain Bojonegoro) ini belum tertangani. Antara lain pengentasan kemiskinan, ketersediaan lapangan kerja, penurunan jumlah pengangguran, stunting, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.
“Penanganan segala persoalan riil di Bojonegoro sendiri saja masih belum maksimal, saya pikir kok eman-eman kalau diberikan ke Lamongan,” ujar alumnus SMA Negeri 2 Bojonegoro 1996 itu.
Unsur urgensi juga perlu dikaji dan menjadi pertimbangan dalam memberikan bantuan keuangan ke luar kabupaten. Karena jika dibandingkan dengan penanganan masalah kerakyatan yang bersifat mendesak, di dalam kabupaten sendiri juga masih banyak yang belum terselesaikan. Maka dalam pertimbangan anggota dewan kawakan itu, BKK ke Lamongan cenderung lebih baik dianulir.
“Peringkat kemiskinan Bojonegoro masih belum bergeser dari nomor 11 se Jatim selama 5 tahun ini, jadi saya ada kecenderungan dalam pertimbangan lebih baik BKK ke Lamongan itu dianulir saja,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi Hukum dan HAM Asosiasi Kepala Desa (AKD) Bojonegoro, Anam Warsito turut angkat bicara ihwal kabar usulan pemberian BKK ke Lamongan.
Mantan anggota DPRD itu menuturkan, kala rapat pembahasan untuk APBD Perubahan Tahun 2022 lalu, pihaknya sempat minta ke Banggar DPRD dan TAPD Pemkab Bojonegoro untuk mengalokasikan anggaran kurang salur Alokasi Dana Desa (ADD) 2,5 persen sebesar Rp38 miliar.
Ketika itu, permintaan pria yang menjabat Kepala Desa Wotan, Kecamatan Sumberrejo itu belum dapat direalisasikan dengan alasan dananya tidak ada. Namun pada perubahan anggaran tahun 2022 justru Pemkab Bojonegoro memberikan bantuan keuangan atau hibah kepada Kabupaten Blora dan Sumedang.
Pemberian hibah sebesar Rp34,3 miliar kepada Blora dan Rp1,2 miliar untuk Kabupaten Sumedang menurut Anam sebagai kebijakan yang aneh. Sebab kewajiban untuk memenuhi hak desa melalui ADD tidak dilaksanakan malah membantu kabupaten lain.
“Celakanya kejadian pada pembahasan perubahan anggaran pada tahun 2022 lalu terulang lagi, kali ini kurang salur ADD tahun 2022 tidak direalisasi malah memberi hibah ke Kabupaten Lamongan,” tuturnya.(fin)
Saya tidak faham alokasi APBD, Oleh pusat diberikan ke Kab. / Kota itu dengan kalkulasi kebutuhan daerah apa nggak ya. Apa ya memang sudah berlebih kok dibagibagi ke Kabupaten tetangga.
Rakyat Bojonegoro sendiri aja masih banyak yg kekurangan/ miskin, malah mau bagi bagi ke lamongan , sok sok an