Menarik Investasi, Bagi Hasil Migas di Indonesia Bisa Capai 50:50

TARIK INVESTASI : Bagi hasil migas antara pemerintah dan KKKS sekarang ini bisa mencapai 50:50.

Suarabanyuurip.com – d suko nugroho

Jakarta – Bagi hasil migas antara pemerintah dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sekarang ini lebih fleksibel. Besarannya tidak lagi 85: 15, tapi bisa mencapai 50:50.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji menyampaikan, pemerintah sejak tahun lalu telah memperbaiki terms and conditions pada penawaran lelang wilayah kerja untuk meningkatkan daya tarik investasi hulu migas.

“Jadi untuk bagi hasil, tidak ada lagi 85:15, sekarang dimulai dari 80:20 bagi Pemerintah dan swasta atau KKKS untuk minyak, dan 75:25 untuk gas. Kita mulai dengan angka itu, seiring dengan naiknya resiko, bagian Pemerintah akan mengecil,” ungkap Tutuka dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta.

Tutuka mengungkapkan, perubahan bagi hasil migas hingga 50:50 bagi pemerintah dan KKKS, telah diberlakukan pada kontrak kerja sama Wilayah Kerja (WK) Agung I dan II yang dikelola oleh British Petroleum (BP). Penandatanganan kontrak WK migas ini dilakukan pada 20 Juni 2022.

“Pada Proyek Agung I dan II, pembagiannya 50:50. Ini sudah dikomunikasikan ke industri dan dunia, sehingga mudah-mudahan meningkatkan attractiveness sehingga bisa bersaing dengan negara tetangga,” papar mantan Kepala PPSDM Migas ini.

Selain perubahan besaran bagi hasil, lanjut Tutuka, pemerintah juga memberikan insentif lainnya seperti ketentuan bonus tanda tangan tanpa minimum (terbuka), penurunan besaran FTP menjadi 10%, pemberian harga DMO 100%, penerapan fleksiblitas skema Kontrak Kerja Sama (Cost Recovery dan Gross Split).

Selain itu, untuk kontrak kerja sama cost recovery tidak akan ada pagu biaya yang diterapkan, tidak ada kewajiban melepaskan sebagian wilayah kerja selama tiga tahun pertama, serta kemudahan akses paket data melalui mekanisme keanggotaan.

Baca Juga :   PPSDM Migas Adakan Pelatihan Petugas Pengukur Tangki Tahap 2 PT Pertamina Patra Niaga

“Kontraktor juga dapat memperoleh fasilitas perpajakan sesuai dengan peraturan dan terdapat insentif untuk kegiatan usaha hulu untuk pengembangan lapangan,” tegasnya.

Potensi migas Indonesia terutama gas, menurut Tutuka, masih menarik. Dari 128 cekungan yang dimiliki Indonesia, 68 diantaranya belum dilakukan pemboran. Saat ini, terdapat 172 WK migas di mana 98 merupakan WK produksi dan 74 WK eksplorasi, 30.000 sumur dan 832 field/struktur.

“Angka-angka ini diharapkan bisa memberi motivasi bagi investor untuk mencari lebih banyak lagi cadangan migas Indonesia. Masih banyak cekungan migas yang belum dieksplor,” tambahnya.

Beberapa proyek migas yang menjanjikan, antara lain Andaman I, II dan III, Indonesia Deepwater Development (IDD), Jambaran Tiung Biru (JTB), Agung I dan II, Masela dan Tangguh.

WK Andaman II, lanjut Tutuka, berdasarkan hasil pengeboran sumur, memiliki cadangan yang besar. Berdasarkan pengujian, sumur mengalirkan gas sebesar 27 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sementara Jambaran Tiung Biru, diperkirakan pada akhir tahun ini produksinya mencapai 100% dan mendukung pasokan gas untuk wilayah Jawa Timur.

Tutuka optimis terhadap potensi migas di WK Agung I dan II. Diharapkan dalam waktu 5-10 tahun mendatang, produksi gasnya dapat dipasok ke Pulau Jawa. Selain itu, juga pada produksi migas dari Blok Tangguh.

Baca Juga :   PI Migas J-TB Harus Gunakan Golden Share

“Kami berupaya menggunakan sumber daya ini seoptimal mungkin untuk memenuhi permintaan domestik yang terus meningkat,” pungkas Tutuka dikutip dari laman Ditjen Migas.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sebelumnya mengakui jika investasi hulu migas mengalami penurunan. Turunnya investasi itu dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan migas yang cenderung menahan investasi mereka pada portofolio berisiko. Namun ia menilai investasi 2022 yang ditekan rendah tetap menunjukkan performa positif.

Menurut Dwi, kenaikan harga minyak yang bertahan di posisi di atas 90 dolar AS per barel, bahkan hingga menyentuh nyaris 128 dolar AS per barel pada Maret 2022 lalu, rupanya tak cukup untuk menggairahkan investasi di sektor hulu migas di tanah air. Perusahaan justru memilih memperkuat dana tunai (cash) dan menahan investasinya.

“Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di investasi hulu migas dunia,” ungkapnya mantan Direktur Utama Pertamina itu.

Berdasarkan data SKK Migas, tambah Dwi, realisasi investasi sektor hulu migas RI belum mencapai target. Hingga Oktober 2022 lalu, realisasinya baru mencapai 9,2 miliar dolar AS atau 70 persen dari target investasi tahun ini sebesar 13,2 miliar dolar AS.

“Meski demikian, outlook investasi hulu migas hingga akhir tahun ini kita perkirakan akan meningkat 11 persen dibandingkan tahun 2021 yang hanya 10,9 miliar dolar AS menjadi 12,1 miliar dolar AS,” pungkasnya.(suko)

» Klik berita lainnya di Google News SUARA BANYUURIP

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *