Suarabanyuurip.com – d suko nugroho
Jakarta – Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) 2023 disepakati sebesar Rp49.812.700,26. Jumlah ini turun Rp 19.381.034 dari usulan Kementerian Agama (Kemenag) sebelumnya sebesar Rp 69.193.734,00.
Sementara Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023 disepakati rata-rata Rp90.050.637,26 per jemaah haji reguler. Jumlah ini mengalami penurunan dari usulan sebelumnya Rp98.893.909,11.
BPIH tersebut terdiri atas dua komponen, yaitu Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dengan rata-rata Rp49.812.700,26 (55,3%) dan penggunaan nilai manfaat per Jemaah sebesar Rp40.237.937 (44,7%). Dengan skema ini, penggunaan dana nilai manfaat keuangan haji secara keseluruhan sebesar Rp8.090.360.327.213,67.
Kemenag sebelumnya mengusulkan BPIH 2023 sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 (30%).
Komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah, digunakan untuk membayar Biaya Penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784,00, Akomodasi Makkah Rp18.768.000,00, Akomodasi Madinah Rp5.601.840,00, Living Cost Rp4.080.000,00; Visa Rp1.224.000,00; dan Paket Layanan Masyair Rp5.540.109,60
Adapun sejumlah 84.609 jemaah yang sudah melunasi biaya haji pada tahun 2020, tidak perlu membayar tambahan pelunasan. Sebab, itu akan dibebankan pada nilai manfaat dengan kebutuhan anggaran berkisar 845 miliar.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI pada Rabu (15/2/2023).
“Hasil kesepakatan ini selanjutnya akan diusulkan kepada Presiden untuk diterbitkan Keputusan Presiden tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji,” tegas Menag Yaqut Cholil Qoumas
Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie menambahkan, dari kesepatan tersebut ada penurun BPIH sekitar Rp8 juta dari usulan pemerintah yang disampaikan pada 19 Januari 2023. Penurunan terjadi karena ada sejumlah efisiensi yang disepakati dalam pembahasan Panitia Kerja (Panja) BPIH.
Efisiensi itu, lanjut Anna antara lain berkenaan anggaran hotel di Makkah, layanan katering dari sebelumnya 3 kali menjadi 2 kali, selisih kurs Dollar dari estimasi awal Rp15.300 menjadi Rp15.150, efisiensi biaya sewa pesawat dari USD33.950 menjadi USD32.743.
“Termasuk juga bersumber dari keberhasilan negosiasi biaya Masyair yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Dari yang awalnya SAR 5.656 menjadi SAR 4.567. Turun sigifikan, lebih SAR1.000,” paparnya.
“Ada juga penurunan living cost jemaah, dari SAR 1.500 menjadi SAR 750,” sambungnya.
Terkait skema, hasil pembahasan panja menyepakati Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah sebesar Rp49.812.700,26 (55,3%). Sedangkan penggunaan nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji sebesar Rp40.237.937 (44,7%).
“Skema ini berbeda dengan usulan pemerintah. Awalnya, pemerintah mengusulkan skema 70% Bipih dan 30% nilai manfaat. Sementara Panja BPIH menyepakati 55,3% Bipih dan 44,7% nilai manfaat,” papar Anna.
Menurut Anna, penurunan Bipih yang dibayar jemaah, berdampak pada naiknya penggunaan nilai manfaat. Dalam usulan awal pemerintah, nilai manfaat yang diusulkan hanya Rp5,9 triliun. Sementara dalam kesepakatan Panja, nilai manfaat mencapai Rp8,09 triliun.
“Bahkan, seiring adanya kebijakan lunas tunda 2020 tidak menambah biaya pelunasan, ada penambahan kebutuhan nilai manfaat mencapai Rp845 miliar. Sehingga totalnya mencapai Rp8,9 triliun,” pungkasnya dikutip dari laman resmi Kemenag.
Ketua Panitia Kerja (Panja) BPIH Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang menegaskan, meski dilakukan efisiensi harga diberbagai bidang, namun Komisi VIII meminta pemerintah melakukan layanan terbaiknya pada jemaah. Beberapa usulan dari Panja untuk pemerintah terkait peningkatan pelayanan ini diantaranya terkait pembinaan, dan perlindungan terhadap jemaah haji sejak sebelum, pada saat, dan setelah pelaksanaan ibadah haji.
Selain itu, tambah Marwan, Panja juga meminta Kemenag melakukan revisi PMA mengenai rasionalisasi besaran setoran awal pendaftaran haji, menetapkan kebijakan rasionalisasi biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) sesuai dengan kondisi ekonomi secara berkala, mendorong jemaah haji untuk mencicil setoran lunas secara periodik hingga mendekati besaran Bipih pada tahun berjalan agar jemaah tidak terlalu berat pada saat pelunasan.
“Juga mengintensifkan bimbingan manasik terhadap jemaah haji dan manasik khusus bagi jemaah haji lanjut usia dan penyandang disabilitas,” tutup Marwan dikutip dari Parlementaria.(suko)