SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Gas H2S atau Hydrogen Sulfida menjadi risiko bahaya tertinggi dalam operasi Lapangan minyak Banyu Urip, Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Kandungan gas H2S di lapangan ini mencapai 15.000 part per milion (ppm).
Harwiyono, Onshore Facility Manager EMCLmengatakan, bahaya tertinggi dalam operasi di pusat fasilitas pemrosesan (central processing facility/CPF) Banyu Urip adalah H2S. H2S adalah gas yang mematikan.
“Kalau kita terpapar gas H2S 500 ppm, dalam beberapa detik langsung meninggal. Dan gas ini tidak tercium kalau konsentrasinya tinggi. Tapi kalau konsentrasinya rendah, itu baunya seperti telor busuk. Tapi begitu ppm-nya naik sampai 500 ppm, kita tidak mencium lagi, begitu masuk ke paru-paru kita, kita pasti meninggal. Jadi risikonya sangat-sangat tinggi,” kata Harwi kepada wartawan dalam rangkaian kegiatan bertajuk “Media Bojonegoro dan Tuban Sambangi Lapangan Banyu Urip, Selasa (19/9/2023).
Dia kemudian menjelaskan kandungan H2S pada minyak Banyu Urip. Minyak dari sumur yang di bawa ke CPF memiliki gas H2S sekitar 15.000 ppm.
“Itulah kenapa saya sampaikan, CPF kita itu risikonya sangat-sangat tinggi,” ucapnya.
Oleh karena itu, semua pekerja yang bekerja di dalam lokasi harus mendapatkan pelatihan yang cukup untuk memastikan bagaimana langkah yang musti dilakukan jika terjadi kebocoran gas H2S.
Selain itu, uapaya lain yang dilakukan EMCL adalah memastikan gas H2S yang ada di pipa dan tanki tidak sampai keluar. Untuk itu dibutuhkan teknologi yang sangat bagus, didukung kedisiplinan dalam melakukan pengawasan.
“Itu yang terus kita lakukan, komitmen kita. Kenapa, karena operasi kita itu dekat dengan masyarakat. Kita seneng kalau masyarakat sekitar tenang,” ujarnya.
“Mungkin masyarakat tidak tahu kalau sebenarnya banyak usaha yang kita lakukan di lapangan ini untuk memastikan supaya gas yang beracun tadi tidak keluar. Sebab kalau sampai keluar dari pipa tentu berbahaya bagi karyawan di sini dan masyarakat sekitar;” lanjut Pak Harwi, sapaan akrabnya.
Upaya-upaya yang dilakukan tersebut telah mengantarkan EMCL kembali meraih penghargaan Subroto tahun 2023 bidang Keselamatan Migas dari Kementerian ESDM. Penghargaan ini sebelumnya juga diraih EMCL dikategori tanpa kehilangan jam kerja migas.Penganugerahan Penghargaan Subroto 2022 merupakan rangkaian Peringatan Hari Jadi Pertambangan dan Energi yang dilaksanakan setiap tahun. Penghargaan tertinggi di sektor ESDM ini diberikan kepada para pemangku kepentingan yang telah melakukan kinerja terbaik dalam memajukan sektor ESDM di Indonesia. Nama Subroto diambil dari dedikasi luar biasa Prof. Subroto selaku Menteri Pertambangan dan Energi periode 1978-1988.
“Kalau dibanding keselamatan kerja di lapangan ExxonMobil yang lain, atau bahkan lapangan minyak yang ada di Indonesia, kita termasuk yang keselamatan kerjanya sangat-sangat baik. Tidak ada insiden yang parah yang membutuhkan penanganan dokter. Dan barusan saya dapat info, kalau kita tahun ini mendapatkan lagi penghargaan Subroto,” pungkas Pak Arwi.(suko)