SuaraBanyuurip.com – Sami’an Sasongko
Jakarta – Energi fossil seperti minyak dan gas bumi (migas) tidak serta merta ditinggalkan begitu saja. Pemerintah masih membutuhkan migas sebagai salah satu energi yang dimanfaatkan dalam transisi menuju energi bersih. Meski di tengah upaya pemerintah menggenjot program energi bersih untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji. Belakangan ini ada beberapa penemuan sumber migas dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di Indonesia. Diantaranya seperti di Sumatera bagian utara, utara Pulau Bali, utara Pulau Lombok, dan di Selat Makassar.
“Untuk itu pemerintah mencari jalan tengah dengan tetap akan manfaatkan renewable energy ke depan. Tapi juga semaksimal mungkin memanfaatkan energi fosil yang sudah ada, itu strategi yang diharapkan bisa terlaksana,” tuturnya pada acara bertajuk ‘Menelisik Prospek Energy 2024’ di Jakarta, Rabu 25 Oktober 2023.
Dikatakan, bahwa peluang investasi migas di Indonesia sangat terbuka lebar, mengingat potensi sumber daya migas yang sangat besar. Dari data Januari 2023, proven reserves minyak bumi di Indonesia mencapai 2,41 BBO (billion barrel oil). Sedangkan proven reserves gas bumi berada pada angka 35,3 TCF (trillion cubic feet).
“Proven reserves kita hanya 10 persen dari potensi sumber daya, atau dapat diartikan potensi sumber daya kita adalah 10 kali lipat dari proven reserve tersebut,” katanya.
Tutuka menyebutkan, akan menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menjadikan potensi sumber daya tersebut menjadi proven reserve. Sehingga diperlukan kajian lebih dalam, penambahan data yang kemudian dianalisis dan evaluasi untuk dilakukan pengeboran di beberapa cekungan-cekungan yang memiliki potensi minyak besar, seperti Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sumatera bagian tengah (sekitar Blok Rokan).
Sedangkan untuk gas bumi berada di Bintuni, Kutai, dan Sumatera bagian Utara. Untuk menarik investor, Tutuka menuturkan, pemerintah juga memberikan regulasi yang atraktif, seperti dengan memberikan share split tidak lagi di angka 85-15, melainkan mulai dari 80-20, dimana bagian pemerintah sebesar 80%, dan KKKS 20%.
Seiring dengan meningkatnya resiko yang ditentukan oleh pakar geologis dan geofisik, bagian pemerintah akan berkurang dimana untuk gas bumi bisa menjadi 50-50, dan minyak bumi 55-45, atau bagian pemerintah 55% dan sisanya bagian KKKS.
“Pemberian insentif lain seperti depresiasi dipercepat, FTP (First Tranche Petroleum), dan lainnya, itu juga bisa duduk bersama dibahas diskusikan atau diajukan kepada pemerintah. Kemudian juga kita selalu berusaha untuk mempercepat urusan AMDAL bersama dengan Kementerian LHK,” ujarnya.
Di sektor hilir migas, lanjut Tutuka, pemerintah terus berupaya meningkatkan pembangunan Infrastruktur gas bumi strategis guna mendorong interkonektivitas jaringan gas bumi.
Salah satunya pembangunan pipa transmisi gas bumi Cirebon-Semarang (CISEM) yang baru tersambung ruas Semarang-Batang sepanjang 60 kilometer (KM), dan pembangunan pipa gas Cisem Tahap II (ruas Batang-Kandang Haur Timur) sepanjang 249 KM akan dimulai pada tahun 2024.
Pemerintah juga akan membangun ruas pipa gas transmisi Dumai-Sei Mangke sepanjang 400 km. Jika ruas Dumai-Sei Mangke selesai, kelebihan gas di Jawa Timur bisa ditransfer ke Jawa Barat hingga Sumatera.
“Sehingga dari utara Sumatera sampai ke Jawa Timur bisa tersambungkan, kalau ada produksi yang sangat besar misalkan Andaman dan potensi besar lain di utara Bali dan utara Lombok bisa dialirkan juga ke pipa ini, jadi dari Jawa Timur bisa dialirkan sampai Jawa Barat hingga ke atas (Sumatera), atau dari Andaman bisa di kirimkan transmisikan sampai ke bawah (Jawa Timur),” beber Tutuka.
Tutuka mengungkapkan, jika infrastruktur hilir migas sudah siap, maka aliran gas dari hulu tersebut bisa dialirkan untuk industri pupuk ataupun kimia, maupun dialirkan ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Ini sebagai contoh integrasi antara hulu dan hilir, jadi jika ditemukan potensi gas, kurang lebih seperti itu, sehingga negara ini punya kekuatan untuk membangun industri sendiri untuk ketahanan nasional, tidak hanya ketahanan energi saja,” tandasnya disaluran resmi KESDM yang dikutip SuaraBanyuurip.com, Minggu (29/10/2023).
Hingga akhir kuartal III tahun 2023, total realisasi investasi di sektor migas (hulu dan hilir) sudah mencapai 61% atau mencapai USD 10,61 miliar dari prognosa tahun 2023 sebesar USD 17,44 miliar.
Dari total investasi migas tersebut, angka investasi hulu migas mencapai USD 8,99 miliar dari target prognosa tahun 2023 sebesar USD 15,56 miliar. Sedangkan angka investasi hilir migas sebesar USD 1,6 miliar dari target prognosa USD 1,88 miliar, atau mencapai 85%. (sam)