Penambahan Kapasitas Kilang TWU Perlu Diikuti Perubahan Amdal

Kilang TWU.
Kilang TWU melibatkan perusahaan lokal dalam jasa transportasi pengangkutan BBM saat masih beroperasi.

SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Peningkatan kapasitas pengolahan kilang mini milik Tri Wahana Universal (TWU) yang berpusat di Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dari sebelumnya 6.000 barel per hari (bph) menjadi 15.000 bph perlu diikuti perubahan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal).

“Kalau kapasitas perusahaan bertambah, sesuai regulasi diperlukan perubahan Amdal. Tetapi kewenangan persetujuannya bukan di DLH, melainkan langsung di Kementerian LHK,” kata Kepala Bidang Tata Laksana Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bojonegoro, Erna Zulaikhah.

Erna menjelaskan, kewenangan izin Amdal terkait seluruh kegiatan industri hulu dan hilir minyak dan gas bumi (Migas) yang ada di Bojonegoro ditangani semua oleh pusat. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Bahkan sebelum ada UU Cipta Kerja, segala kewenangan bersifat strategis sudah ditarik oleh pemerintah pusat sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2021.

Kilang TWU.
Kabid Tata Laksana DLH Kabupaten Bojonegoro, Erna Zulaikhah.

Apalagi perusahaan bisa mengajukan perubahan Amdal melalui sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik. Sistem ini disebut Online Single Submission disingkat OSS. Sedangkan Dinas LH Bojonegoro hanya berperan memberikan saran, masukan, dan memberikan fasilitasi saat timbul gejolak sosial.

“Jadi kalau soal perubahan Amdal Kilang TWU kami belum tahu, selain itu belum cek ke lapangan,” ujarnya kepada Suarabanyuurip.com, Senin (30/10/2023).

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro sebelumnya menyampaikan, kilang TWU telah memperoleh pasokan minyak mentah dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu sebesar 15.000 bph.

“Skema komersialisasi Minyak Mentah Bnyu Urip bagian Negara atau MMBUBN di wilayah kerja Cepu dengan kilang PT TWU saat ini adalah election in kind. Dengan penerapan skema ini, maka penjual MMBUBN adalah PT Pertamina,” kata Hudi.

Dijelaskan, pasokan MMBUBN di Wilayah Kerja (WK) Cepu kepada PT TWU dilakukan melalui B to B atau business-to-business oleh TWU kepada PT Pertamina (Persero) selaku penjual yang ditunjuk oleh SKK Migas.

“Pasokan MMBUBN kepada TWU up to 15.000 barrel/day,” ucap Hudi.

Alokasi MMBUBN sebanyak 15.000 bph ini meningkat dua kali lipat lebih sebelum kilang TWU menghentikan operasinya pada 31 Januari 2018. TWU saat itu mendapat alokasi 6.000 bph.

Sebagai informasi, TWU memproduksi empat jenis bahan bakar untuk industri sebelum menghentikan operasinya. Yakni High Speed Diesel (HSD) atau gas oil adalah fraksi yang lebih berat dari kerosene, Straight Run Gasoline (SRG) atau naphtha adalah nama umum yang digunakan dalam industri pengilangan minyak bumi untuk hasil cair paling atas dari at – mospheric distillation units (ADU).

Kemudian VTB/LSWR oil untuk burner pada furnace dan pembangkit listrik, mesin uap dan lain-lain. Serta memproduksi Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO).

Dari informasi yang diperoleh suarabanyuurip.com di lapangan, kilang minyak TWU sudah mulai produksi setelah mendapat pasokan MMBUBN sebesar 15.000 bph. Namun operasi yang dijalankan belum normal.

Hasil produksi kilang TWU sekarang ini diantaranya untuk memenuhi kebutuhan PT Laban Raya Samudra. Perusahaan ini adalah bagian dari PT Betjik Djojo, yang bergerak khususnya pada bidang penjualan Petrochemical tepatnya Asam Sulfat / H2SO4 dan Sulfur.

Selain itu, juga untuk kebutuhan industri PT Wilmar Nabati Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit.

“Mohon maaf saya belum diberi wewenang untuk menjawab pertanyaan ini,” kata penanggungjawab Kilang PT TWU, Shoffan Amin.(fin/suko)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *