SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Kebutuhan pupuk merupakan salah satu isu nasional dalam bidang pertanian yang selalu berulang setiap tahunnya. Tak terkecuali yang terjadi di desa sekitar wilayah operasi Lapangan Minyak Blok Tuban. Guna menjawab persoalan tersebut, PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Sukowati Field hadir melakukan inovasi sosial dinamakan “Prabu Kresna”.
Prabu Kresna adalah akronim, kepanjangannya yaitu “Petani Rahayu Bersatu Kreatif Sehat dan Sejahtera”. Ianya adalah pembaharuan dalam hal pembuatan pupuk organik dengan sistem swasembada pupuk. Yakni melalui pengelolaan sistem Rumah Kompos (Rumpos).
Rumpos ini berbasis kelompok dengan sistem pola transaksi barter komoditas bahan limbah organik, antara lain kotoran ternak, hijauan, hama keong dan lainnya ditukar dengan produk pupuk kompos siap pakai.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Sutikno menuturkan, bahwa pola pertanian tradisional dengan pemakaian pupuk dan pestisida kimia berlebihan telah berpengaruh terhadap keseimbangan lingkungan.
“Hal itu kemudian juga berimbas terhadap produktivitas pertanian di Desa Rahayu,” katanya.
Dalam metode pemakaian pupuk kimia, biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam aktifitas musim tanam semakin lama semakin meningkat. Kebutuhan pupuk makin tinggi, namun di lain sisi hasil panen dan pendapatan yang dihasilkan justru makin menurun.
Tetapi kini, dengan beralih menerapkan gagasan program Prabu Kresna dari Pertamina EP Sukowati Field, persoalan ini telah teratasi.
Awalnya, pria ramah ini mendukung penerapan program dengan menjadikan lahan bengkoknya untuk dijadikan sebagai salah satu demonstration plot (demplot) pertanian organik sekaligus menjadi pusat pembelajaran bersama bagi seluruh anggota gapoktan.
Bahkan untuk itu, secara sukarela dia juga menyediakan lahan pribadinya untuk kemudian difungsikan dalam pembangunan rumah kompos yang menjadi sentra pembelajaran.

Pria yang akrab disapa Pak Wo Tik ini mengakui adanya perbedaan yang signifikan antara hasil panen pertanian organik dibanding metode konvensional. Sebab dulunya sebelum melaksanakan pertanian organik, pihaknya hanya bisa panen padi paling banyak panen 2 ton per hektar.
“Sekarang, saat musim pertama pertanian organik kami mampu panen rata-rata 7 ton hektar,” bebernya.
Keberhasilan Prabu Kresna ini memantik kehadiran General Manager Zona 11, Muzwir Wiratama datang berkunjung meninjau langsung ke Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Rabu (08/11/2023). Sebab program ini juga mengembangkan akses akses irigasi berbasis BUMDes untuk menjawab permasalahan pertanian sistem tadah hujan yang tidak bertahan di saat musim kemarau tiba.
Orang nomor satu di Zona 11 ini menekankan bahwa sektor pertanian berperan penting dalam kehidupan, pembangunan, dan perekonomian Indonesia. Sebagai negara agraris, sektor pertanian mampu melestarikan sumber daya alam, memberi hidup dan penghidupan, serta menciptakan lapangan pekerjaan.
Demikian pula, inovasi PEP Sukowati ini dikatakan demi menjaga keberlanjutan dan mendukung pemerintah menciptakan ketangguhan sektor pertanian di Indonesia. Selain itu juga menghasilkan perbaikan kualitas lingkungan.
“Ini sejalan dengan komitmen perusahaan dalam melakukan kinerja keberlanjutan melalui program Environmental, Social & Governance (ESG),” ungkapnya di sela-sela kunjungan kepada SuaraBanyuurip.com.
“Prabu Kresna turut berkontribusi pula dalam capaian agenda internasional Sustainable Development Goals khususnya tujuan 15 (Ekosistem Daratan), tujuan 6 (Air Bersih dan Sanitasi Layak), Tujuan 1 (Tanpa Kemiskinan), dan Tujuan 2 (Tanpa kelaparan),” lanjut Muzwir.
Sementara Field Manager PEP Sukowati Field Totok Parafianto membenarkan bahwa Program Prabu Kresna telah berhasil menjawab permasalahan krisis pupuk sebagai isu nasional saat ini. Yakni melalui sistem swasembada pupuk yang berbasis pada pengelolaan sistem Rumah Kompos (Rumpos) dengan pola transaksi natura.
Program ini mewujudkan langkah pasti sistem kehidupan berkelanjutan dan budaya berkelanjutan dimana masyarakat mulai kembali hidup dengan berbasis pada potensi lokal yang ada sekaligus menerapkan prinsip zero waste melalui pemanfaatan limbah-limbah yang ada.
“Serta penerapan efisiensi sumber daya sebagai bentuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.
Tak hanya itu, inovasi sosial Prabu Kresna juga berhasil meningkatkan kapasitas masyarakat melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan, juga mendorong terciptanya kohesivitas masyarakat sasaran.
Kohesivitas terbangun melalui upaya rekonsiliasi konflik terkait ketegangan sosial antara 2 dusun, yaitu di Dusun Nggandu dan Dusun Kayunan, Desa Rahayu akibat konflik politik lokal. Prabu Kresna juga mampu menghindarkan marginalisasi terhadap petani gurem terkait penyediaan akses irigasi.
Dampak dari program ini adalah peningkatan pendapatan petani gurem rata-rata Rp5,3 juta, petani lahan Rp22 juta dan buruh tani Rp 8,8 juta per musim tanam.
Selain itu dampak lingkungan terdapat pemanfaatan limbah kotoran ternak rata-rata 5 ribu per kg per bulan sebagai bahan utama pembuatan kompos dan pengurangan 400 kg pupuk kimia per Ha tiap musim tanam.
“Sehingga meminimalisasi potensi terjadinya residu pada lahan pertanian seluas 1 Ha,” tegasnya.(fin)