SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Masyarakat Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dan jiran beda provinsi, Blora, Jawa Tengah mengadakan perjamuan bersama di tengah Bengawan Jipang.
Perhelatan sebagai penegas bahwa masyarakat kedua kabupaten yang saling berbatasan ini sejatinya adalah satu, terwujud dalam tajuk “Nyadran Akbar Candra Benawa”, diselenggarakan secara gabungan oleh budayawan, peneliti, dan jurnalis Bojonegoro-Blora sejak Jumat (5/7/2024) dan Sabtu (6/7/2024).
Lokasi utama gelaran ini ada di Tanjung Padas Malang yang diapit Desa Getas, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora dan Desa Tebon, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro.
Total ada masyarakat lima desa dari Kabupaten Bojonegoro-Blora yang terlibat event itu. Dari Kabupaten Bojonegoro ada Desa Tebon, Kecamatan Padangan dan Desa Payaman, Kecamatan Ngraho.
Sementara dari Kabupaten Blora ada Desa Getas, Jipang, dan Ngloram, Kecamatan Cepu. Nyadran Akbar Candra Benawa dimulai dengan Nyadran di masing-masing situs leluhur desa, pada Jumat (5/7/2024) siang.
Kemudian sebagian kukusan makanan dari Nyadran itu dibawa oleh sesepuh desa menuju Tanjung Padas Malang via Bengawan Jipang menggunakan Perahu Tembo khas Bengawan Jipang.
Begitu tiba di Tanjung Padas Malang, kukusan-kukusan makanan dari lima desa itu kemudian diterima para pemangku praja Kabupaten Bojonegoro dan Blora, lalu dilaksanakan semacam grebeg atau berebut bersama-sama warga.
Momen grebeg kukusan makanan Nyadran Akbar Candra Benawa ini dimeriahkan pertunjukan Seni Barongan Blora, Tari Gambyong Jateng, dan Sandur Bojonegoro.
Ketua Panitia Nyadran Akbar Candra Benawa, Totok Suptiyanto mengatakan, event ini penegas bahwa desa-desa di hulu Bengawan Jipang turut Kabupaten Bojonegoro dan Blora adalah satu.
“Sungai (Bengawan Jipang, red) tidak memisahkan mereka. Melainkan, menyatukan mereka,” katanya dalam keterangan tertulis kepada Suarabanyuurip.com, Sabtu (6/7/2024).
Budayawan asal Desa Kamolan, Kecamatan/Kabupaten Blora ini berharap, masyarakat betul-betul menikmati dan meresapi acara ini. Sebab, tandas dia, acara ini adalah ajang silaturahmi yang besar.
“Di zaman modern, nyadran akbar diikuti desa-desa di hulu Bengawan Jipang ini tidak pernah ada. Alias, baru sekali ini. Terjadi pada 2024,” ujarnya.
Kalau di zaman Kerajaan Medang Kahuripan hingga Kerajaan Pajang, ungkap dia, nyadran akbar di Bengawan Jipang ini rutin dilakukan untuk menyambung persaudaraan masyarakat setempat.
“Juga untuk mengakrabi sekaligus memuliakan Bengawan Jipang sebagai sungai yang berharga bagi kehidupan,” tambah Totok, sapaan karibnya.
Sementara itu, Panitia Nyadran Akbar Candra Benawa asal Bojonegoro, Ahmad Wahyu Rizkiawan mengaku, bersyukur agenda ini dapat terselenggara. Menurut dia, ini event yang amat bernilai.
“Secara sosial, budaya, dan sejarah, event ini memiliki nilai tinggi. Sebab, event ini merekonstruksi kerukunan dan kearifan besar dari masa lampau,” bebernya.
Peneliti sekaligus pustakawan ini berharap, event Nyadran Akbar Candra Benawa ini menjadi event rutinan. Juga jadi tonggak awal agar terjadi pula Nyadran Akbar di Bengawan wilayah lain.
Diketahui, selain dihadiri masyarakat, Nyadran Akbar Candra Benawa ini juga dihadiri Bupati Blora dan jajaran, para pejabat perusahaan PI Blok Cepu, dan Sekretaris Disbudpar Bojonegoro.
Jika pada Jumat (5/7/2024) kemarin acaranya fokus pada ritus, pada Sabtu (6/7/2024) ini acaranya fokus hiburan. Di antaranya jalan santai dan lomba balap perahu di Bengawan Jipang.(fin)
Nyadran kok di bulan Besar (Dzulhijah). Mungkin ada penundaan?!. Bukannya Nyadran cocoknya di bulan Sadran (Sya’ban).