SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Blora — Para penambang sumur minyak tua di Kabupaten Blora, Jawa Tengah mengaku kecewa. Ungkapan ini muncul seiring terbitnya keputusan putus kontrak sementara untuk kegiatan operasional angkat angkut minyak dari sumur tua di Lapangan Ledok, Sambong dan Semanggi, di Kecamatan Jepon.
Buntutnya, ratusan penambang minyak sumur tua Ledok melakukan aksi turun ke jalan. Agenda damai itu sebagai bentuk protes atas keputusan yang dikeluarkan oleh PT. Blora Patra Energi (Persero).
Ketua Perkumpulan Penambang Sumur Timba Ledok (PPMSTL), Daryanto mengatakan, pihaknya kecewa dengan adanya penghentian kontrak tersebut. Sebab, ini menyangkut nasib para penambang. Pasalnya, dampak dari putus kontrak ini membuat para penambang menganggur.
“Kami tengah duduk bersama untuk menyaring keluhan dan aspirasi para penambang, (di lain pihak) kami coba komunikasi dengan Pertamina langsung terkait kedepannya, (untuk) bagaimana baiknya,’’ kata Daryanto sehari pasca aksi damai, Kamis (27/02/2025).
Apalagi, lanjut dia, pihaknya telah bekerja sama bersama Pertamina selama bertahun-tahun. Namun baru kali ini disebutnya stag (mandeg) tanpa ada kejelasan. Untuk itu pihaknya juga akan berkomunikasi dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Blora yakni PT Blora Patra Energi (BPE).
‘’Nanti kalau BUMD gak ada pergerakan yang pasti, ya kami langsung ke Pertamina,’’ tegasnya kepada Suarabanyuurip.com.
Senada, Ketua Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Timba Semanggi, Sumito menyatakan, untuk sementara pihaknya mendapat jawaban dari BPE. Meski BPE pada saat ini tak lagi terkait, namun para penambang masih berharap dicarikan solusi.
“Kami pun tidak duduk manis, bagaimana bisa mengeluarkan minyak secara jelas dan tidak bermasalah. Nanti saya dan teman-teman juga mencari solusi. Kalau kelamaan kasihan penambang. Kami berharap BPJS juga harus keluar,” ujarnya.
Kendati, Sumito menyayangkan sikap BPE, karena begitu kontrak selesai, tidak dapat memberikan jalan keluar. Ia sayangkan hal itu, oleh sebab BPE menerima 23 persen bagiannya.
” Terus (23 persen) itu untuk apa? Penambang tidak ada yang tahu. Katanya mau membantu jika ada seling rusak, bak bocor. Tapi nyatanya, mau hutang seling ke BPE saja tidak dikasih. Padahal jaman Kokaptraya, tidak seperti itu,” bebernya.
Sumito menuding, semenjak BPE memegang penambang Semanggi, muncul banyak kegaduhan. Misal penambang masuk kawasan hutan tanpa sepengetahuan Perhutani. Ia katakan ini sudah menyalahi aturan.
“Lha itu kita koordinasi sendiri dengan sinder atau mantri. Itu sebenarnya kan kewenangan BPE. Bukan kewenangan kita. BPE itu ibarat bola kecemplung aspal. Sulit. Seperti kemladeh (benalu). BPE itu ibarat orang menemu ATM, dan yang punya ATM selalu mengisi saldo. BPE tinggal nutal-nutul (pencet) karena sudah tahu PIN-nya,” tudingnya.
Dikonfrontir secara terpisah, Direktur PT BPE, Giri Nurbaskoro mengakui, surat penghentian operasi tersebut sesuai arahan Pertamina ke BPE. Menurut dia, operasi berhenti sementara selama belum ada perpanjangan kontrak kerja sama, atau ketentuan tertulis yang mengisi kekosongan hukum.
“Maka selama perpanjangan kontrak kerja sama belum jadi maka operasional sumur tua dianggap illegal, makanya surat itu dibuat BPE untuk mengimbau agar penambang tidak masuk dalam praktik illegal,’’ terangnya.
Meski begitu, pasca berakhirnya perjanjian tersebut, Giri mengaku masih belum mengetahui kapan lagi para penambang bisa kembali beraktivitas. Yang jelas saat ini diimbau untuk menghentikan seluruh aktivitas pertambangan di Ledok dan Semanggi.
“Ini tidak hanya di Blora, juga di Tuban dan Bojonegoro,’’ tuturnya.
Namun demikian, pihaknya juga tak tinggal diam. Sebab BPE telah berusaha menyampaikan perpanjangan. Hanya saja dari Kementerian Energi dan Sumner Daya Mineral (ESDM) belum ada surat turun. Sehingga belum bisa membuat perjanjian baru, sebagaimana hasil evaluasi di Jogjakarta.
‘’Setelah ini kami tetap coba komunikasi dengan Dirjen Migas terkait nasib penambang kedepan. Cari alternatif. Seperti interim atau swakelola untuk penambang bisa beraktivitas lagi,’’ tandasnya.
Untuk diketahui, saat aksi damai protes, lima unit truk pengangkut minyak mentah, juga sempat terparkir di pinggir jalan pertigaan Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora. Lokasi ini tidak jauh dari Distrik Ledok Pertamina EP Field Cepu Zona 11.(fin)