Kisah Sukses Astutik, Menumbuhkan Harapan dari Helai Kain Batik

Kelompok Batik Dolokgede.
Kelompok Batik Sekar Rinambat Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, menunjukkan proses membatik kepada rombongan pejabat Pertamina EP Cepu Zona 12.(foto/ist)

Dari setiap helai kain batik yang dihasilkan, Tri Astutik tidak hanya menuliskan cerita budaya. Goresan warna lukisannya menghadirkan harapan baru. Ketekunan dan semangat Astutik telah mengantarkannya meraih keberhasilan yang bisa menginspirasi banyak orang untuk tidak pernah berhenti bermimpi dan terus berusaha.

Tri Astutik, (39), warga Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, sebelumnya hanyalah ibu rumah tangga biasa. Lazimnya perempuan yang tinggal di pedesaan, aktivitasnya saban hari sekadar mengurus rumah.

Namun, aktivitas Astutik berubah ketika dirinya mulai mengikuti pelatihan dan keterampilan membatik yang dilaksanakan Pertamina EP Cepu (PEPC) pada medio 2016. Program dari operator lapangan unitisasi gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) ini bertujuan memberdayakan ibu rumah tangga di sekitar operasinya.

Pada awal mengikuti pelatihan, Astutik merasa canggung karena tidak memiliki pengalaman sedikitpun tentang membatik. Namun tekad dan semangatnya kuat. Ia belajar sungguh-sungguh cara membatik.

Astutik mulai menguasai teknik-teknik dasar membatik. Seperti menggambar motif pada kain menggunakan canting dan lilin panas, mengisi motif, mewarnai bagian tertentu, pewarnaan menyeluruh, meluruhkan lilin, hingga pemberian titik.

“Harus sabar, teliti dan telaten,” kenang Astutik ketika bercerita memulai belajar membatik.

Menemukan Identitas di Setiap Helai Kain

Kecintaan Astutik terhadap membatik mulai tumbuh. Tidak hanya belajar tentang teknik membatik, tetapi juga mengenai sejarah dan filosofi di balik setiap motif. Salah satu motif yang menjadi favoritnya adalah Batik Jonegoroan, karena emiliki keunikan dan ciri khas tersendiri.

Diantara motifnya seperti Sekar Jati, Mliwis, dan Pari Sumilak, tambakau. Motif tersebut terinspirasi dari keindahan alam dan budaya Bojonegoro. Motif Sekar Jati menggambarkan bunga pohon jati, sementara Pari Sumilak menggambarkan padi yang mulai menguning.

Astutik mulai mengembangkan motif-motif baru yang tetap berakar pada tradisi namun memiliki sentuhan modern.

Mendirikan Kelompok Perajin Batik

Keterampilan Astutik membatik terus berkembang. Ide kreatifpun muncul dari perempuan berhijab itu untuk mendirikan kelompok batik. Kelompok ini dinamai Sekar Rinambat yang memiliki arti Bunga yang Merambat.

Kelompok Sekar Rinambat memiliki tujuh anggota yang terdiri dari ibu rumah tangga. Astutik didapuk menjadi Ketua Sekar Rinambat.

Dari Kelompok Sekar Rinambat lahirlah rumah produksi batik. Rumah produksi yang berada di desa kelahiran Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono, ini mulai memproduksi batik.

Batik yang diproduksi di rumah produksi batik Sekar Rinambat memiliki ciri khas tersendiri dengan menggunakan elemen warna yang dominan kalem dan tidak terlalu mencolok. Selain itu, dengan memodifikasi beberapa corak dan motif khas batik Bojonegoro menambah keotentikan batik yang dibuat langsung oleh Sekar Rinambat

“Jadi tepat setelah pelatihan batik dengan modal yang diberi oleh Pertamina EP Cepu berupa alat-alat dan bahan untuk membatik, kami mulai melakukan produksi,” kata Astutik.

Kelompok Sekar Rinambat bisa menghasilkan sekitar 10-30 batik sehari. Jumlah itu tergantung motif yang dibuatnya. Durasi pembuatan batik bisa sampai 1-3 hari untuk menuju hasil jadinya.

“Untuk kainnya kita ada pemasoknya biasanya kami ambil dari Solo,” tandasnya.

Rumah produksi Kelompok Batik Sekar Rinambat Dolokgede fokus pada produksi Batik Jonegoroan. Usaha ini mulai menarik perhatian berbagai instansi untuk bekerja sama.

Kelompok Batik Sekar Rinambat mulai kebanjiran order. Diantaranya dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah kecamatan, dan Pertamina EP Cepu untuk sovenir para tamu.

Kesuksesan Batik Sekar Rinambat tidak hanya terlihat dari produk-produk yang dihasilkan. Dampak ekonomi dari usaha ini telah dirasakan ibu-ibu rumah tangga. Omsetnya mencapai puluhan juta rupiah. Pendapatan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan keluarga Astutik, tetapi juga memberdayakan ibu-ibu rumah tangga lain di desanya. Ia merekrut mereka sebagai karyawan, memberikan pelatihan, dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

“Alhamdulillah atas binaan Pertamina EP Cepu, kami punya aktivitas membatik jadi dapat mencukupi kebutuhan keluarga,” Warga Rukun Tetangga (RT) 04, Rukun Warga (RW) 01 ini.

Keberhasilan Astutik adalah contoh nyata bagaimana pemberdayaan perempuan bisa membawa perubahan positif yang signifikan. Dari seorang ibu rumah tangga biasa, Astutik berhasil menjadi pengusaha sukses yang berkontribusi pada perekonomian lokal dan sosial masyarakat. Kisahnya menjadi bukti bahwa dengan semangat, kerja keras, dan dukungan yang tepat, siapapun bisa meraih mimpi dan menciptakan masa depan lebih cerah.(*)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait