SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Namanya singkat: Aksin. Tapi kerja kerasnya memulihkan sumber air sangat panjang. Ketekunan dan konsistensi dia meyakinkan warga hingga tokoh agama selama 26 tahun terakhir ini membuahkan hasil.
Saat ditemui di ketinggian 80 MDPL, Aksin, sedang fokus menanam pohon. Ditemani seorang warga, dia menyiapkan 250 lubang untuk ditanami. Lahan seluas 1 hektar miliknya itu sudah penuh dengan pohon kayu dan buah yang dia tanam sebelumnya.
Tak jauh dari lahan itu, ada mata air dari goa kecil yang terus mengalir deras. Dari situlah 1.200 rumah tangga di Desa Pekuwon, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, mendapatkan air bersih. Puluhan pipa mengalir hingga rumah-rumah. Sisanya ditampung menjadi sebuah danau kecil. Yakni Danau Ngerong Pekuwon.
Aksin saat ini menjabat Kepala Desa (Kades) Pekuwon. Pria kelahiran 54 tahun lalu itu mengenang masa kecilnya di situ. Dia sering bermain di atas pohon dan mandi di sumber air.
“Dulu di sini penuh dengan pohon,” kenangnya sambil memandang jauh ke Gunung Bawang. Gunung kecil itu yang menghasilkan mata air.
Tahun 1998 kondisi itu berubah. Hampir semua pohon di Gunung Bawang ditebang. Habis dijual warga. Alhasil, gunung berubah plontos dan mata air mengering. Bahkan danau itu sempat jadi lapangan sepak bola karena tak ada airnya.
“Saat itu sangat memprihatinkan,” ucap Aksin lirih.

Hingga akhirnya tahun 2008 ada program pengembalian lahan dari pemerintah pusat. Aksin sebagai karangtaruna desa tergerak untuk ikut menanam. Dia juga rajin mengajak warga sekitar mengembalikan rimbunnya Dusun Randu Pagir, tempat mata air berada.
Mengajak petani pemilik lahan sekitar mata air itu tidak mudah. Bantuan bibit yang ditanam di kebun warga, mati semua. Sebagian warga bahkan menolak. Namun Aksin tak mudah menyerah. Hingga menjadi perangkat desa dia terus menanam.
“Alhamdulillah saat itu keluarga juga mendukung,” tuturnya mengenang.
Lahan di kiri-kanan sumber air dan danau itu dulu milik kakek-neneknya. Ketika terpilih sebagai kepala desa, Aksin mengalihkan kepemilikannya menjadi aset desa. Menurutnya, sumber air tersebut harus dijaga untuk kepentingan umum.
Tahun 2018 sumber air pulih kembali. Lapangan sepak bola kembali menjadi danau. Warga desa tidak kesulitan air. Meski ini belum membuatnya cukup puas. Dia ingin Gunung Bawang lebat lagi.
Seiring dengan itu, berbagai dukungan berdatangan. Termasuk dari ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Operator Blok Cepu yang melewatkan pipa minyaknya di salah satu sudut desa. Bantuan EMCL cukup signifikan dan berkelanjutan.
“EMCL komitmennya bagus, kami sangat terbantu,” tuturnya sumringah.
Selain membantu infrastruktur pendukung, EMCL juga membangun kesadaran lingkungan di masyarakat. Menurut Aksin, upaya menyadarkan masyarakat itu aspek paling penting. Karena tanpa dukungan warga, aksinya dia hanya akan berdampak sementara.

“Pohon yang hari ini saya tanam juga bantuan dari EMCL,” imbuh Aksin.
Perwakilan EMCL, Almaliki Ukay Sukaya Subqy, mengapresiasi semangat Aksin. Menurut Malik, dukungan terhadap gerakan penghijauan ini merupakan bagian dari komitmen EMCL terhadap aspek lingkungan.
“Upaya konservasi seperti ini harus kita dukung, bekerja bersama mengembalikan ekosistem alami,” ucapnya.
Malik menjelaskan, dukungan untuk konservasi sumber air kali ini EMCL menggandeng Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal, LIMA2B. Kemitraan dengan lembaga nonprofit ini untuk memastikan keberlanjutan program. Terutama dalam memastikan pohon tetap tumbuh dengan baik.
Dia berharap, semua pihak bisa mendukung. Termasuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Karena dia meyakini manfaat dari usahanya ini tidak hanya untuk masyarakat sekarang tapi juga generasi yang akan datang.(fin)
 






