SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Kontrak ExxonMobil untuk mengelola Lapangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) Banyu Urip, Blok Cepu, yang dijalankan oleh anak perusahaannya, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) bakal berakhir sepuluh tahun mendatang atau pada 2035. Anak perusahaan produsen Migas asal Amerika Serikat ini telah beroperasi selama 20 tahun.
Lapangan Migas Banyu Urip terletak di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Lapangan migas ini telah berproduksi lebih dari 1 miliar barel, melebihi kandungan awal 450 juta barel.
Terkait kandungan sumber daya alam ini, Dosen Hukum Tata Usaha Negara Universitas Muhammadiyah Gresik, kelahiran Bojonegoro, Muhammad Roqib, memberikan persepektifnya. Bahwa rakyat yang sejatinya menguasai sumber daya alam.
”Saya beri persepektif dari dasar hukumnya,” kata Dosen Hukum yang juga mengajar mata kuliah Hukum Sumber Daya dan Energi ini kepada Suarabanyuurip.com, Sabtu (1/11/2025).
Dosen kelahiran Bojonegoro ini menuturkan, pengelolaan migas di Indonesia, dalam hal ini tentang WKP Blok Cepu, yang memproduksi minyak mentah memiliki dasar hukum yang diatur oleh konstitusi. Hal ini termaktub di Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 ayat (3).
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” demikian Roqib, sapaan akrabnya, mengutip bunyi Pasal 33 UU 1945.
Pemaknaan “dikuasi oleh negara” dalam sebagian frasa, kata Roqib, sumber daya alam, termasuk minyak mentah, gas bumi, dan sebagainya memang dikuasai oleh negara, bukan dikuasai oleh pemerintah, apalagi dikuasai oleh perusahaan. Lantas siapakah negara yang dimaksud di dalam ayat itu?.
”Siapakah negara?, untuk dipahami lebih mendalam, unsur negara itu ada rakyat, wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari negara lain,” tutur akademisi ini.
Unsur paling penting di dalam sebuah negara adalah rakyat. Maka, kata Roqib, sumber daya alam itu sebetulnya adalah dikuasai oleh rakyat. Karena dikuasi oleh rakyat, kemudian rakyat memberikan mandat kepada pemerintah untuk mengelola sumber daya alam.
Setelah pemerintah mendapat mandat dari rakyat, selanjutnya pemerintah memberikan hak konsesi. Hak konsesi bermacam-macam bentuknya. Masa konsesi dalam Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) memiliki waktu selama 30 tahun. Setelahnya bisa diperpanjang lagi 30 tahun.
”Kemudian konsesi bisa diperbarui lagi 25 tahun, kan seperti itu, sesuai kesepakatan,” terang Roqib.
Lalu pada frasa “dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, memiliki makna, bahwa pengelolaan sumber daya alam misalnya eksploitasi minyak mentah, atau gas bumi, harus ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam hal ini pemerintah memang memberikan dana bagi hasil (DBH). Bojonegoro sendiri misalnya, sebagai daerah penghasil, mendapat DBH Migas, yang komposisinya sudah diatur oleh regulasi secara terperinci.
Domain pengelolaan migas, lanjut Roqib, memang ada di pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah, tetapi di UU Minerba juga jelas diatur bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
”Sekarang kita lihat, apakah pengelolaan sumber daya alam di Blok Cepu sudah betul-betul dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat apa belum ?” lanjut Roqib.
Menurut pria yang pernah aktif di dunia pers ini, sudah merupakan rahasia umum di sekitar lapangan migas atau daerah yang disebut sebagai penghasil migas, acapkali malah terjadi anomali. Yakni terjadi keadaan di mana masyarakat sekitar lapangan migas justru mengalami kemiskinan.
Menurut Roqib, pengelolaan migas belum memberikan kemakmuran atau kesejahteraan bagi warga Bojonegoro. Masyarakat miskin tercatat masih sangat banyak. Bahkan di masyarakat sekitar Blok Cepu sendiri.
”Saya sendiri kan tinggal di sekitar Blok Cepu. Jadi tahu persis banyak warga di sini yang kondisinya masih miskin, banyak warga yang rumahnya masih berlantai tanah, dan banyak pemuda masih kesulitan mencari pekerjaan,” tandasnya.
Di lain sisi, keberadaan perusahaan memiliki tujuan investasi tentunya adalah mendapatkan laba yang sebesar-besarnya. Bukan bertujuan memakmurkan rakyat. Tetapi itu adalah hak perusahaan demi mendapat keuntungan.
”Perusahaan asing datang ke sini kan memang untuk mengambil kue di sini, karena ada minyak tadi, jadi kalau tidak memberikan kemakmuran, ya memang karakteristik perusahaan asing kan seperti itu,” ucapnya.
Kalaupun perusahaan memberi manfaat kepada masyarakat dari dana dana CSR atau PPM, dalam pandangan Roqib, itu hanyalah sebagian kecil saja. Ia melihat belum memiliki dampak signifikan, terutama dalam kemakmuran warga Bojonegoro.
”Jadi menurut saya masih gimmick, masih pada tataran pencitraan perusahaan, belum begitu berdampak pada kemakmuran warga Bojonegoro,” tandasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wlayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, pada pasal 3 ayat 1 dijelaskan, bahwa kontraktor melalui SKK Migas mengajukan permohonan perpanjangan kontrak kerja sama kepada Menteri ESDM.
Permohonan perpanjangan kontrak kerja sama disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat 2 tahun sebelum kontrak kerja sama berakhir dengan memenuhi persyaratan permohonan perpanjangan kontrak kerja sama.
Kemudian di ayat 2 disebutkan, perpanjangan kontrak kerja sama oleh Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diberikan paling lama 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan.
Kepala SKK Migas Perwakilan Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabanusa), Anggono Mahendrawan mengatakan, belum ada pengajuan perpanjangan kontrak WKP Blok Cepu dari ExxonMobil.
“Belum, belum ada. Kan masih lama to,” kata Anggono saat menghadiri peringatan Hari Tani Nasional yang dilaksanakan petani sekolah lapang pertanian (SLP) program ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) di sekitar lapangan minyak Banyu Urip, Blok Cepu di Dusun Sumurpandan, Desa/Kecamatan Gayam, Selasa, 30 September 2025.(fin)





