SuaraBanyuurip.com – Samian Sasongko
Bojonegoro -Penyusunan program Corporate Social Responsibility (CSR) dari operator sumur Banyuurip, Blok Cepu, Mobil Cepu Ltd (MCL), bidang peternakan kambing untuk Desa Gayam, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur ditengarai tak melibatkan warga.
Warga tak diajak musyawarah dalam menentukan program ternak kambing tersebut. Akibatnya, mereka mengecam program tahun 2014 yang didampingi oleh LSM Yayasan Bina Swadaya tersebut.
Informasi yang diperoleh menyebut, program CSR yang akan digulirkan, Yayasan Bina Swadaya itu menuai kritikan dari warga. Selain warga ada yang belum mengetahui kejelasan program yang akan dilakukannya juga pembentukan kelompoknya disinyalir tidak dilakukan dengan cara musyawarah. Namun, terkesan dilakukan secara tertutup atau tunjukan.
Seorang warga Desa Gayam, Jamin, mengatakan, belum mengetahui persis rencana akan digulirkannya program CSR dari MCL tersebut. Salah satunya adalah program ternak kambing. Karena, sampai saat ini tidak pernah ada musyawarah baik dari MCL maupun LSM pendamping kepada warga.
“Kalau sekedar mendengar dari warung ke warung seperti itu, Pak. Tapi benar dan tidaknya saya tidak tahu. Karena, saya tidak pernah diajak rembukan,” kata Jamin kepada Suarabanyuurip.com, Selasa (01/03/2014).
Warga yang berdomisili di RT/RW 36/07, Dusun Temlokorejo itu menjelaskan, jika benar program ternak kambing itu ada harusnya terlebih dulu dilakukan musyawarah kepada warga dengan cara transparan. Agar, warga bisa mengetahui dan menerima secara jelas program yang akan digulirkannya.
“Saya heran dari informasi yang saya dapat masyawarahnya saja di Temlokorejo belum pernah ada. Tapi anggota kelompok ternaknya saya dengar sudah terbentuk. Bahkan, yang dijadikan pengurus malah orang-orang yang berkatagori mampu kehidupan rumah tangganya. Ini kan lucu, Pak. Musyawarahnya dimana dan kapan kok kelompoknya sudah terbentuk tersebut,” ungkap Jamin dengan nada tanya.
“Intinya, saya tidak ingin menghambat. Tetapi, saya ingin program dijalankan dengan terbuka. Artinya, dilakukan dengan cara musyawarah dengan warga. Baik pembentukan kelompoknya maupun yang lainnya. Jangan terkesan kucing-kucingan seperti ini,” jelasnya.
Munip, warga Temlokorejo lain menambahkan, seperti program yang sudah-sudah. LSM pendamping sebelum program bergulir diawali dengan musyawarah terlebih dulu. Untuk menampung aspirasi warga. Baik membentuk pengurus maupun yang lainnya.
“Saya juga belum pernah diundang untuk musyawarah kaitannya dengan progrom tersebut, Pak. Jadi tidak tau persis. Tetapi, program awalnya saja seperti ini bagaimana jika programnya digulirkan. Ya terusterang warga trauma dengan program di KBSR. Sehingga, warga sekarang berhati-hati agar tidak dibuat bemper saja, Pak,” sambung Munip.
Terpisah, Team Leader LSM Bina Swadaya, Jupriansyah, ketika ditanya kejelasan terkait dengan pembentukan kelompok ternak kambing tersebut hingga berita ini diturunkan belum memberikan jawaban.(sam)