Indeks Keparahan Kemiskinan Bojonegoro Meningkat

SuaraBanyuurip.com - Ririn Wedia

Bojonegoro – Tingginya APBD Bojonegoro, Jawa Timur, hingga mencapai Rp7,1 triliun (P-APBD 2019), belum bisa menurunkan kemiskinan secara signifikan. Justru indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan tahun 2019 ini meningkat dibanding 2018 lalu.

Direktur Bojonegoro Institute (BI), Aw Syaiful Huda, menyampaikan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang ia analisis, pada tahun 2019 angka kemiskinan Bojonegoro hanya turun sekitar 0,78 persen. Lebih rendah dibanding tahun 2018 lalu, yang mencapai 1,18 persen penurunannya.

“Pada tahun 2018, angka kemiskinan Bojonegoro sebesar 13,16 persen, tahun ini turun jadi 12,38 persen. Peringkat kemiskinan Bojonegoro pun masih stagnan di peringkat ke-11 dari kabupaten dan kota di Jatim,” ujar Awe, panggilan akrabnya, kepada suarabanyuurip.com, Selasa (31/12/2019).

Meskipun tingkat penurunannya kecil dibanding tahun lalu yang mencapai 1,18 persen, Awe tetap mengapresiasi. Hanya saja ia berharap upaya penanggulangan kemiskinan jadi prioritas dan perlu mendapat perhatian serius pemerintah daerah. Sebab meskipun angka kemiskinan menurun, justru indeks kedalaman dan keparahan kemiskinannya mrngalami peningkatan pada tahun ini.

“Meskipun angkanya turun, justru indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan Bojonegoro meningkat,” tutur pria yang juga peneliti Poverty Resource Center (PRC) Initiative itu.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, lanjut Awe, Indeks Keparahan Kemiskinan Bojonegoro naik dari tahun 2018 sebesar 0,39 menjadi sebesar 0,43. Demikian pula indeks kedalaman kemiskinan tahun 2019 sebesar 1,95, atau naik dibanding tahun 2018, sebesar 1,87.

Menurutnya, peningkatan Indeks keparahan kemiskinan ini menandakan tingkat kesenjangan kemampuan daya beli antar penduduk miskin di Bojonegoro makin melebar, sehingga membutuhkan strategi dan program penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran.

“Tingkat kemampuan daya beli atau pengeluaran antar penduduk miskin, jaraknya makin menjauh. Dibutuhkan strategi dan intervensi program yang benar-benar tepat sasaran, agar kesenjangan tidak semakin melebar,” imbuhnya.

Peningkatan indeks kedalaman kemiskinan Bojonegoro tahun 2019, menurutnya, mengindikasikan bahwa rata-rata tingkat kemampuan daya beli masyarakat miskin makin menjauh dari standar nilai kebutuhan dasar atau garis kemiskinan.

“Harga-harga kebutuhan dasar, baik makanan maupun non-makanan di Bojonegoro terus meningkat. Sedangkan tingkat pendapatan kelompok warga miskin ini stagnan dan bisa jadi menurun, sehingga tidak bisa menjangkau kebutuhan dasar tersebut,” jelasnya.

Sehingga diperlukan upaya meningkatkan kemampuan daya beli penduduk miskin melalui program-program peningkatan pendapatan warga, menekan nilai kebutuhan dasar agar terjangkau, memperbaiki dan meningkatkan program-program perlindungan sosial dan lain sebagainya.

“Agar percepatan penanggulangan kemiskinan berjalan efektif, maka harus didukung data yang benar dan valid serta strategi dan program yang tepat sasaran,” tandasnya.

Selain itu, kemiskinan di Bojonegoro disebabkan faktor multidimensi, sehingga penanganannya juga harus menggunakan strategi multidimensi yang melibatkan multi-pihak.

“Perlu integrasi multisektor dan sinergitas serta kolaborasi multipihak. Program peningkatan pendapatan, terutama bagi warga miskin harus ditingkatkan lagi,” imbuhnya.

Adanya sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) yang cukup tinggi -diperkirakan mencapai Rp2,3 triliun, menurut Awe juga mempengaruhi pelambatan penurunan kemiskinan di Bojonegoro.

“Dalam APBD itu ada business process. Yakni pengadaan barang dan jasa. Jika dilaksanakan dengan strategi dan determinasi yang baik, tentu akan memberikan multiplier effect terhadap perekonomi di daerah,” pungkasnya.

Sebelumnya, Pemkab Bojonegoro menyampaikan, pada tahun 2019 ini, jumlah penduduk miskin di Bojonegoro turun 0,78%. Dari sebelumnya 13,16% pada 2018, menjadi 12,38%. “Penurunan ini lebih besar dari Provinsi Jawa Timur yang hanya dikisaran 0,61 %,” ujar Bupati Bojonegoro, Anna Muawanah saat refleksi  capaian pembangunan sepanjang 2019 di Pendapa Malwopati, Senin (30/12/2019).

Ditambahkan, pemkab telah memberikan berbagai program perlindungan sosial untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga agar tidak bergantung pada bantuan pemerintah. (rien )

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *