SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Kematian Rahma Sheva Kamilia, balita berusia 5 bulan 10 hari, asal Desa/Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, yang sempat viral di media sosial akibat tidak mendapat pelayanan puskesmas mengundang perhatian Komisi C DPRD. Komisi dewan yang membidangi masalah kesehatan itu mendatangi rumah korban untuk mengetahui secara persis kronologis meninggalnya Sheva.
“Kedatangan saya ke sini selain ingin bersilaturahmi dan mengucapkan bela sungkawa, juga ingin tahu kejadian sebenarnya sampai adik Sheva meninggal dunia,” ujar Anggota Komisi C DPRD Bojonegoro, Maftukhan di dampingi Kepala Desa Purwosari, Umi Zumrothin, kepada Anik Azizah, Ibu Sheva, Sabtu (29/8/2020).
Menanggapi itu, Anik Azizah mengungkapkan, sejak melahirkan anak keduanya-Sheva-pada 13 Maret 2020 di RSUD Padangan melalui operasi cesar belum bisa merawat sepenuhnya hingga meninggal dunia pada 24 Agustus 2020. Sebab, mengalami pendarahan hebat akibat kegagalan operasi hingga harus keluar masuk rumah sakit selama dua bulan, sampai akhirnya rahimnya terpaksa diangkat oleh dokter.
“Sehingga selama ini Sheva lebih banyak dirawat tantenya, adik saya. Saat dia mulai sakit diare di bawa ke bidan, puskesmas, PKU hingga rumah sakit Aisiyah sampai meninggal dunia,” tutur Azizah lirih.
“Jadi yang lebih tahu kronologisnya adik saya, Siti Musdalifa. Dia juga yang membuat tulisan di twitter karena jengkel dengan pelayan Puskesmas Purwosari,” lanjutnya.
Siti Musdalifa yang ikut mendampingi Azizah membenarkan jika dirinya yang membuat tulisan kronologis kematian Sheva di akun twitternya, @allayyaBie.
Ifa, panggilan akrab, Siti Musdalifa, menceritakan, pada Minggu (23/8/2020), suhu tubuh Sheva hangat disertai diare. Kemudian oleh ibunya dibuatkan minuman kunir untuk menghangatkan perutnya. Tapi tidak juga reda.
Pada sore hari pukul 16.00 Wib, Sheva ia bawa ke bidan di desa setempat. Oleh bidan diberi obat Inamid dan Paracetamol. Setelah pulang ke rumah, kedua obat diminumkan.
“Obatnya itu saya minumkan di bawah anjuran bu bidan. Setengah masih saya bagi empat,” ujar Ifa dibenarkan Azizah.
Namun, kondisi Sheva tidak membaik, justru semakin buruk. Suhu badannya makin tinggi, lemas, dan diarenya bertambah parah-habis diganti popok langsung berak lagi.
“Waktu itu kami panik, karena belum pernah mengalami kejadian seperti ini.  Malam itu juga, pukul 21.00 Wib, Sheva kami bawa ke Puskesmas Purwosari agar segera mendapat pertolong,” kata Ifa.
Namun sesampainya di Puskesmas Purwosari, pelayanan tidak memuaskan yang mereka terima. Beberapa kali salam tidak dijawab. Padahal di ruang perawat ada beberapa perawat yang lagi santai berbincang, makan dan bermain handphone.
“Setelah salam kelima baru dijawab, dan perawat perempuan datang. Kemudian saya diminta membawa Sheva ke ruang IGD,” lanjut Ifa.
Di ruang IGD perawat juga tidak segera datang. Baru beberapa saat datang perawat laki-laki kemudian memeriksa suhu tubuh Sheva. Hasilnya 37 derjat celcius. Perawat juga menanyakan apakah sudah dibawa ke bidan. Pihak keluarga juga sudah menunjukkan obat yang diberikan bidan.
Namun oleh perawat disarankan agar Sheva dibawa pulang dulu, dan dibawa kembali Puskesmas lagi setelah matanya cekung, bibirnya biru, dan diare 7 kali.
“Saat itu saya sudah minta kepada perawat di IGD agar Sheva ditangani, diinfus atau apa. Karena kondisinya sudah lemas banget. Tapi kata perawat nggak apa-apa, nggak perlu dirawat,” terang Ifa.
Mendapat jawaban itu, pihak keluarga langsung membawa Sheva pulang. Sampai di rumah keluarga kemudian meminta salah satu family untuk mengantarkan ke PKU Kalitidu. Sesampainya di PKU Kalitidu langsung mendapat penanganan.
Pada Senin (24/8/2020), dokter PKU menyarankan agar dirujuk ke Rumah Sakit di Bojonegoro. Siang sekitar pukul 10.00 Wib, Sheva dirujuk ke RS Aisiyah Bojonegoro.
Sampai di RS Aisiyah Bojonegoro, Sheva langsungsung dibawa ke IGD. Namun kondisinya sudah kritis. Beberapa dokter sudah berupaya memberikan pertolongan kepada Sheva. Namun nyawanya tidak tertolong Sheva dinyatakan meninggal dunia sekitar pukul 12.00 wib.
“Kami baru tahu dari dokter di Aisiyah kalau obat yang diberikan itu bahaya bagi orang dewasa, apalagi anak-anak. Sebab saat dibawa ke Aisiyah pembuluh darah Sheva sudah pecah. Keadaan sudah sangat buruk sehingga tidak bisa ditolong,” ungkap Ifa.
Pihak keluarga mengaku telah ihklas dan tidak akan menuntut dengan kepergian Sheva. Ifa, juga telah menghapus tulisan kronologis kematian keponakannya di akun twitternya sesuai permintaan pihak Puskesmas Purwosari dan Dinas Kesehatan setelah mereka meminta maaf pada Jumat (28/8/2020).
Namun mereka meminta agar pelayanan kesehatan di Purwosari diperbaiki agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
“Karena dari orang yang melayat kemarin banyak yang cerita kalau kejadian seperti ini sudah berulang kali terjadi di Puskesmas Purwosari. Untuk itu saya berharap sekali agar kedepan tidak ada kejadian seperti Sheva,” pungkasnya.(suko)