Cita-cita Jadi Penulis Sejak SD, Yuzita Nurfitriani Kini Terbitkan 3 Buku Fiksi

20960

SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro

Bojonegoro – Senyum Yuzita Fitriani mengembang saat bercerita tentang kegiatan menulisnya. Memakai jilbab ungu, ia menceritakan pengalamannya menjadi penulis novel di sela kesibukannya memimpin Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampusnya.

Zita sapaan akrabnya telah menulis 38 judul karya fiksi atau cerita karangan yang kemudian diterbitkan dalam tiga buku. Di antaranya Mustahilkah Mimpi-Mimpiku, Dianogsis Rindu dan Debu, Sudut Cinta Si Gadis Kampus ungu. Bahkan, ketiga buku tersebut sudah menjadi koleksi perpustakaan kampusnya.

Dan satu buku antologi atau buku bersama berjudul Kembalinya Para Pahlawan. Kebetulan, meski latar belakang kampus adalah kesehatan. Namun, setiap mahasiswa diwajibkan untuk menulis.

“Karena, di kampus setiap seminggu dua kali pasti ada resensi atau bedah buku. Bukan hanya buku tentang kesehatan saja, namun, ada pula buku novel. Saya sendiri, pernah empat kali menjadi pemantik bedah buku,” kata dara usia 20 tahun itu.

Mahasiswi asal Stikes Icsada Bojonegoro, Jawa Timur, ini mengatakan, awalnya ketika masih SD pernah berfikiran untuk menjadi penulis. Tetapi, Zita sempat putus asa karena proses menerbitkan buku itu sangat sulit. Seperti di kota-kota besar, meski naskah tulisan sudah selesai, belum tentu nanti akan diterima. Kebanyakan mengalami penolakan. Nah, ketika tahu itu, ia merasa pesimis untuk melangkah maju. Terkadang juga bingung, bagaimana cara ngirim ke penerbit buku, kata mahasiswi fakultas keperawatan itu.

Kemudian, ketika sudah masuk dalam perkuliahan. Zita merasa juga sangat bersyukur karena dalam kampusnya, ada kegiatan sekolah menulis icsada (Semic). Dan semua mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti. Terutama mahasiswa baru, di dalam semic dilatih bagaimana carannya menulis. Dari mulai menulis sastra hingga non sastra.

Mahasiswi asal Desa Menyuyur, Kecamatan Grabagan, Kabupaten Tuban mengaku senang menulis di malam hari atau suasana sepi. Menurutnya, bisa lebih fokus dan menambah konsentrasi saat mengutarakan kata-kata. Apalagi saat tugas menumpuk. Pasti, tidak akan ada gagasan atau ide yang muncul dalam pikiran, kata dara pernah menjabat ketua umum LPM kampus ungu tersebut.

“Menulis adalah menuangkan isi pikiran dan perasaan kita. Serta, memilih untuk menuangkannya ke dalam bentuk fiksi atau non-fiksi,” terangnya.

Zita juga terinspirasi dari penulis novel yakni Fiersa Besari, Indra Sugiarti, dan Najwa Shihab. Semua buku itu sudah ia baca. Meski pun belum sampai tamat. Namun, cukup memberi banyak tambahan diksi. Dia juga mengatakan, kedepan akan menerbitkan buku tentang kesehatan. (jk)

 

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *