SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Purnama Sastra Bojonegoro (PSB) kembali digelar. Event kesenian setiap bulan ini semakin menjadi magnet bagi kalangan penyair dan seniman di Indonesia. PSB ke-65 digelar di kediaman Suyanto Munyuk di Kecamatan Sugihwaras, Kabupaten Bojonegoro, Kamis (16/7/2022).
Pada PSB ke-66 ini, dihadiri para pelaku sastra dan seniman tidak hanya dari lokal Bojonegoro saja. Akan tetapi juga dari Sragen dan Semarang. Diantaranya Widodo Basuki dari Sidoarjo yang djuluki sebagai Raja Gurit, Aming Aminoedhin dari Mojokerto yang dijuluki Presiden Penyair Jawa Timur dan Herry Lamongan dari Lamongan yang mendapat julukan sebagai Bupati Gurit.
“Purnama Sastra Bojonegoro menjadi fenomena karena konsistensinya. Tidak banyak lho event yang bisa bertahan dengan kemandirian tanpa ada sokongan anggaran dari pemerintah,” kata Aming.

Aming Aminoedhin dijuluki sebagai Presiden Penyair karena dikenal sangat produktif menerbitkan antologi puisi dan menyelenggarakan even sastra di Jawa Timur. Saat itu Aming masih aktif sebagai pegawai negeri sipil di Balai Bahasa Jawa Timur.
Sementara itu Widodo Basuki menyatakan sudah lama mengamati pergerakan sastra Bojonegoro, khususnya Purnama Sastra Bojonegoro.
“Sebenarnya saya sudah lama ingin hadir di PSB. Namun baru sekarang bisa hadir,” terang Widodo Basuki usai acara.
Widodo Basuki mendapat julukan sebagai Raja Gurit karena selain dikenal sebagai penulis geguritan (puisi Jawa) yang sangat produktif, dia juga pemimpin redaksi majalah Jayabaya. Majalah berbahasa jawa ini cukup memberi ruang yang luas bagi penulis sastra Jawa, baik yang masih pemula maupun sudah senior.

PSB ke-66 ini, juga dihadiri Suheri atau Herry Lamongan. Ia mendapat julukan sebagai Bupati Gurit, karena selain cukup produktif dalam penulisan karya sastra juga mempunyai pengaruh yang cukup kuat di komunitas sastra dan teater di Kabupaten Lamongan.
Selain dihadiri tokoh tokoh sastra Jawa Timur, juga dihadiri para pegiat sastra di Bojonegoro, Nganjuk dan Tuban mulai dari pelajar, mahasiswa hingga sastrawan yang lebih senior.
Suyanto, tuan rumah penyelenggaraan PSB ke-66 mengaku senang dengan performa para penyaji. “Sungguh saya merasa puas dan sangat berterima kasih kepada semua yang hadir, sebab penampilan yang disajikan cukup beragam, mulai dari sajian musik, tari, puisi dan geguritan yang bukan saja menghibur tetapi juga bisa menjadi media introspeksi,” papar lelaki yang dikenal dengan nama Yanto Munyuk ini.
PSB kali ini mengambil tema “Manusia Merdeka”. Yanto mengungkapkan bahwa pada dasarnya seni dan sastra bersifat memerdekakan. Saat ini ia merasa sebagai manusia merdeka karena telah terlepas dari sistem yang cenderung membunuh laku kreatif individu.
“Sastra atau kesenian lainnya itu harus merdeka dan tidak bergantung. Dan PSB telah membuktikan kemandirian itu, jadi bisa dikatakan bahwa PSB adalah tempat berkumpulnya manusia manusia merdeka,” terang Suyanto.
Hal senada diungkapkan Agus Sighro Budiono. Ia mengatakan bahwa PSB adalah gerakan yang unik, sebab PSB terus bergerak meskipun tidak ada pengurusnya.
“PSB ini benar benar gerakan yang merdeka dan mandiri sebab di PSB tidak ada pengurusnya, semua berjalan berdasar keikhlasan,” pungkasnya.