Pesanggem Tolak Penanaman Tebu, Administratur : Kami Tidak Mungkin Semena-mena

IMG_20220622_185921

SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Puluhan pesanggem atau petani penggarap lahan hutan di wilayah BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) Temayang, RPH (Resor Pemangkuan Hutan) Brabuhan, turut Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, menolak penanaman tebu di lahan hutan setempat.

Perwakilan pesanggem, Sutrisno menyatakan, penolakan tersebut timbul karena para pesanggem kawatir akan menjadi pengangguran karena kehilangan lahan garapan. Sehingga para pesanggem bermaksud menyampaikan pendapat di muka umum, tepatnya di wilayah RPH Brabuhan, BKPH Temayang. Yakni di lokasi yang disebut-sebut bakal ditanami tebu.

“Usulan dari masyarakat, kalau bisa jangan ditanami tebu. Alasannya kawatir nanti yang punya garapan jadi menganggur,” ungkap warga Desa Pandantoyo, Kecamatan Temayang ini kepada SuaraBanyuurip.com, Rabu (22/06/2022).

Pesanggem penggarap lahan di petak 86B ini mengaku, sebelumnya ia tidak tahu berapa luasan lahan yang ditanami tebu dan berada di lahan yang mana. Ketidaktahuan itu disebut menjadi penyebab adanya gejolak di masyarakat.

“Sebenarnya kami tidak tahu sama sekali, Perhutani akan menanam tebu di lahan mana. Tahunya baru sekarang setelah dapat penjelasan dari Pak ADM (Administratur),” ujarnya.

Dikonfirmasi terpisah, Administratur Perhutani KPH Bojonegoro, Irawan Darmanto Djati mengatakan, lahan hutan yang diperuntukkan program tanam tebu hanya seluas sekira 70 hektar dari 965 hektar lahan garapan di wilayah BKPH Temayang.

Pada lahan tersebut, terdapat sekira lima titik yang telah ditentukan bakal ditanami tebu. Yaitu di petak 88B-1, 88B-2, 88C, 88F, dan petak 91D. Petani penggarap lahan di lima titik atau petak disebut telah diidentifikasi dan didata oleh Kepala RPH Brabuhan.

“Meskipun sebagai pemilik lahan, kami merangkul para pesanggem. Tidak mungkin kami mengusir pesanggem semena-mena. Sosialisasi juga sudah dua kali kami lakukan, melibatkan penggarap langsung dan LMDH setempat. Kami punya data, 70 hektar ini penggarapnya siapa saja. Agar solusi yang diberikan tepat sasaran,” tandasnya.

Dijelaskan, ada solusi yang disiapkan bagi pesanggem terdampak. Berupa lahan pengganti dengan luasan setidaknya sama. Selain itu ada pula program bantuan setiap tahun dari Perhutani kurang lebih senilai Rp1 juta per hektar. Namun tidak berupa uang. Melainkan berbentuk sistem. Agar mereka tidak merasa kehilangan penghasilan akibat kehilangan lahan garapan.

“Kami ada program bantuan berupa sistem agrosilvopastura. Yaitu, perpaduan antara komponen kehutanan dengan pertanian dan atau peternakan. Pesanggem tinggal ajukan mintanya apa. Bisa kambing, ayam, atau sapi,” jelasnya.

Pesanggem terdampak, juga didata dan diverifikasi. Apakah mereka punya lahan garapan lain di hutan atau tidak. Karena sesuai pendataan, banyak penggarap lahan hutan mempunyai garapan di banyak tempat. Tak hanya itu, karena Perhutani sendiri yang melaksanakan tanam tebu, pihaknya bisa pula melibatkan para petani hutan sebagai tenaga kerja. Dengan catatan, para pesanggem bersedia terlibat menjadi tenaga kerja.

“Kalau penggarap terdampak tidak punya lahan garapan lainnya, tentu kami berikan lahan di tempat lain. Jadi dalam melaksanakan program pemerintah tanam tebu ini, kami tidak mengusir pesanggem begitu saja. Tetapi tetap mempertimbangkan sisi sosial,” pungkasnya.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *