SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Jakarta – Kementerian ESDM mendorong pemanfaatan gas rawa di Desa Bantar, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, sebagai salah satu sumber energi alternatif. Sementara,
instalasi gas rawa yang diperuntukkan distribusi gas ke rumah warga di Desa Nguken, Kecamatan Pandangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur tidak berfungsi sejak selesai dibangun 2019 lalu.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan pemanfaatan gas rawa diharapkan mampu dikembangkan sebagai sumber energi alternatif baru oleh masyarakat sekaligus mewujudkan kemandirian energi desa di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya. Gas rawa atau biogenic shallow gas sendiri merupakan gas yang terbentuk dari bakteri metagonik pada lingkungan rawa yang merupakan lingkungan anaerobik. Gas ini terdapat pada lapisan batuan yang dangkal.
“Gasa rawa saat ini telah dikembangkan di Jawa Tengah sebagai salah satu sumber energi alternatif. Gas rawa ini juga tergolong ramah lingkungan dan dapat digunakan untuk menggantikan LPG,” kata Agung dalam pernyataaan tertulisnya di Jakarta, Senin (11/7/2022).
Aplikasi gas rawa di sejumlah titik di Provinsi Jawa Tengah, sambung Agung, diharapkan mendorong pembangunan ekonomi masyarakat setempat.
“Pengembangan gas rawa ini juga menjadi bagian dari diversifikasi energi, mendorong ketahanan energi nasional,”
Pada tahun 2020, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah membangun instalasi gas rawa di Desa Bantar untuk 25 kepala keluarga. Kemudian pada tahun berikutnya instalasi diperluas menjadi 100 kepala keluarga dengan instalasi terjauh sepanjang 600 meter. Penggunaan gas rawa ini bisa menghemat sekitar 72% biaya LPG. Biasanya, masyarakat menggunakan 3 tabung LPG seharga Rp 23 ribu rupiah per bulan namun, sekarang tidak perlu membayar untuk LPG.
Kebutuhan dari pemeliharan alat instalasi gas rawa didapatkan dari sumbangsih masyarakat yang menggunakan gas rawa ini. Dengan membayar 20 ribu rupiah per bulan, masyarakat bisa menggunakan gas tersebut untuk kebutuhan sehari hari maupun industri rumahan. Selain dari sumbangsih masyarakat Desa Bantar, Pemerintah Desa Bantar juga membantu melalui Dana Desa yang menambah 3 tabung separator. Tabung ini dapat digunakan untuk menjaga ketabilan gas dan pembagian yang merata untuk cluster penggunanya.
Sebagai informasi, pada tanggal 29 Juni 2022 IESR (Institute for Essential Services Reform) bersama Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah dalam acara Jelajah Energi Jawa Tengah mengunjungi berbagai lokasi yang memanfaatkan energi terbarukan.
Salah satunya desa yang dikunjungi adalah Desa Bantar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, yang memanfaatkan gas rawa untuk mendukung kemandirian energi desa. Kegiatan ini mendukung program transisi energi Indonesia sekaligus memetakan potensi dan inovasi berbasis komunitas yang muncul.
Kondisi berbeda terjadi di Kabupaten Bojonegoro, Jatim. Instalasi gas rawa yang dibangun Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur, tidak berfungsi. Fasilitas ini sebagai distribusi gas ke rumah warga di Desa Nguken, Kecamatan Pandangan.

Instalasi gas rawa selesai dibangun 2019. Setelah selesai belum ada ada serah terima aset kepada pemerintah desa setempat. Sehingga fasilitas tersebut tidak terawat dan mangkrak.
Pembangunan instalasi gas raw di Desa Nguken bersumber dari APBD Provinsi Tahun 2019, dengan pagu anggaran Rp.250.000.000. Pekerjaan dimenangkan oleh CV RIZQUNA Jalan Babatan Indah A-10 No. 6 – Surabaya (Kota) – Jawa Timur, dengan harga terkoreksi Rp225.074.859,42.
Fasilitas itu memiliki dua buah tabung pengumpul gas, satu kompressor dan satu unit pompa listrik, dilengkapi dengan instalasi pipa jenis PVC sudah tidak difungsikan lagi. Di lokasi juga terdapat jaringan listrik prabayar yang saat ini dimanfaatkan untuk penerangan lingkungan.
“Sudah berhenti operasi sejak awal ada pandemi Corona tahun 2020 lalu sampai sekarang,†ujar warga RT 001/ RW 001 Desa Nguken, Didik Setiawan (35), kepada suarabanyuurip.com.
Menurut dia, warga sebenarnya sangat terbantu dengan adanya alat tersebut. Jika ada kejelasan pengelolaan dan perbaikan dimungkinkan banyak rumah tangga yang akan ikut memasang jaringan.
“Kalau melihat secara kasat mata, ini bisa diperbaiki sendiri. Tapi kendalanya, belum ada kejelasan terkait penanggung jawab, serta kejelasannya,†beber Didik.
Lulus, warga lainnya, menyampaikan, sejak adanya fasilitas tersebut, warga hampir tidak berhenti memasak.
“Hampir 24 jam nonstop. Kita bisa tahu karena alatnya otomatis. Setiap hampir habis, alatnya pasti menyala. Dari pagi sampai pagi lagi pasti ada saja orang yang memakai,†kata Lulus.
Dia menduga rusaknya alat instalasi gas rawa ini diakibatkan pemakaian tanpa henti.
“Kalau sudah rusak gini, bagaimana?†tuturnya.
Kepala Desa Nguken, Arif Saifudin, dikonfirmasi melalui Kepala Dusun (Kamituwo), Mujoko, membenarkan tidak berfungsinya instalasi gas rawa bantuan pemerintah tersebut. Namun demikian, pihaknya mengaku tidak berani mengambil sikap. Sebab sejak selesai dibangun sampai saat ini belum ada serah terima.
“Kalau sudah diserah terimakan ke desa, bisa dikelola oleh BUMDes,†ungkapnya.
Sehingga bisa dikembangkan untuk rumah tangga lain. Banyak warga sekitar yang berharap bisa memanfaatkan fasilitas itu untuk memasak.
“Itu kalau dikembangkan bisa menjangkau RT lain sekitar,†ujar Mujoko.
Dia berharap, segera ada serah terima serta ada perbaikan. Supaya lebih banyak lagi rumah warga yang teraliri gas.
Dikonfirmasi terpisah, Kusnadi, warga RT004/RW002 Desa Nguken, sudah 10 tahun memanfaatkan gas rawa di desanya untuk kebutuhan memasak sehari-hari. Pria berusia 70 tahun itu menggunakan instalasi sederhana untuk memanfaatkan gas peninggalan kolonial Belanda.
Sebenarnya, lanjut Kusnadi, apabila bisa dikelola dengan baik, gas liar di Nguken akan bisa membantu warga. Bahkan bisa menghemat pengeluaran kebutuhan bahan bakar memasak warga di sini.
“Saya sendiri sudah merasakanya. Selama ini kami tidak pernah membeli tabung gas elpiji untuk mesak. Dari sisi keamanan, lebih aman gas alam ini dari pada gas dalam kemasan tabung,†bebernya.(suko/ams)