Suarabanyuurip.com – d suko nugroho
Jakarta – DPR RI akhirnya penjualan barang milik negara (BMN) berupa kapal Floating Storage and Offloading (FSO) Ardjuna Sakti disetujui milik Kementerian ESDM dalam rapat paripurna, Selasa (20/9/2022).
Penjualan Kapal FSO Ardjuna Sakti ini mulai diusulkan pada saat Menteri ESDM masih dijabat Ignasius Jonan pada Oktober 2017.
Kapal FSO Ardjuna Sakti dibangun tahun 1976 oleh Tacoma Concrete Tech. Kapal ini adalah fasilitas produksi berupa kapal storage LPG KKKS BP Indonesia Berau di Laut Jawa, yang dioperasikan selama 29 tahun untuk penyimpanan gas alam yang telah diproses menjadi LPG. Nilai perolehannya Rp 491,7 miliar.
Tahun 2008 lalu kapal ini telah selesai umur ekonomisnya dan diserahkan kepada negara sebagai Barang Milik negara (BMN) untuk dapat dimanfaatkan. Sejak diterima pertama kali tanggal 29 Oktober 2008, kapal ini disandarkan di pelabuhan PT KBS Cilegon dengan biaya sandar Rp 7,8 miliar per tahun. Selama bersandar di pelabuhan tersebut, tidak ada satupun pihak ketiga yang bersungguh-sungguh untuk memanfaatkannya.
Kapal yang sudah mengalami rusak berat dan tidak mungkin bisa diperbaiki lagi. Banyak bagian peswat yang sudah mengalami korosi.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Donny Maryadi Oekon dalam laporannya di hadapan Rapat Paripurna DPR RI, menjelaskan, kapal FSO Ardjuna Sakti sebelumnya berasal dari PT Bifi Indonesia. Bila diperbaiki, biayanya terlalu mahal dan selama tak digunakan, KESDM harus membayar biaya sandar kapal ini di pelabuhan PT KBS Cilegon, Banten, dengan biaya sandar Rp7,8 miliar per tahun.
Dijelaskan persetujuan ini sebagai tindal lanjut Komisi VII DPR RI atas surat Menteri ESDM 2 Juni 2022 perihal tindak lanjut atas penjulan BMN berupa kapal Ardjuna Sakti sebagai kelanjutan Surat Presiden 29 Mei 2016 perihal persetujuan penjualan BMN pada KESDM.
“Juga Rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM memutuskan, menyetujui penjualan BMN berupa kapal FSO Ardjuna Sakti yang berasal dari kontraktor K3S PT Bifi Indonesia,” ungkap Donny dalam keterangan tertulisnya.
Penjualan tersebut, lanjut Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini, dengan berbagai pertimbangan. Selain sudah rusak berat, KESDM juga harus membayar sandar kapal tersebut tiap tahun kepada otoritas pelabuhan di Banten.
“Dan itu menggunakan anggaran dari APBN. Biaya sandar kapal yang sudah rusak berat itu telah membebani keuangan negara,” bebernya.
Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus akhirnya menyetujui penjualan Ardjuna Sakti tersebut secara aklamasi.
Berdasarkan data di Kementerian ESDM, pada bulan Mei 2017, Presiden telah mengirimkan surat permohonan persetujuan DPR untuk melelang kapal FDO Ardjuna Sakti. Ini karena sesuai aturan yang berlaku, penghapusan aset negara yang nilai perolehannya Rp 100 miliar ke atas, wajib mendapat persetujuan DPR.(suko)