Suarabanyuurip.com – d suko nugroho
Jakarta – Bagi hasil minyak bumi antara pemerintah dengan investor atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sekarang ini tidak berpatokan pada persentase 85 : 15, tapi dengan start 80 : 20. Peningkatan persentase ini juga untuk bagi hasil gas yakni bisa mencapai 50 : 50.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji menyampaikan pemerintah terus berupaya meningkatkan investasi di bidang hulu migas. Kebijakan yang dilakukan antara lain menawarkan terms and conditions penawaran wilayah kerja migas yang menarik bagi investor, perbaikan sistem perizinan, serta regulasi lainnya.
“Indonesia perlu mengubah ‘wajah’ hulu migas secara drastis,” ujar Tutuka dalam keterangan tertulisnta.
Menurut dia, upaya pertama yang dilakukan adalah mengubah terms and conditions penawaran wilayah kerja migas menjadi menarik. Untuk wilayah kerja migas yang very low risk, Pemerintah menawarkan bagi hasil migas 80% untuk Pemerintah dan 20% untuk KKKS. Sedangkan untuk gas, 75% bagian Pemerintah dan 25% untuk KKKS.
“Jadi tidak ada lagi istilah (bagi hasil) 85:15 (85% Pemerintah, 15% bagian KKKS), tapi start dari 80:20. Dengan naiknya resiko, bagian Kontraktor bisa lebih besar. Untuk gas bisa sampai 50:50 dan minyak 55:45. Ini kita sudah lakukan. Contohnya adalah WK Agung I dan Agung II, di mana pemenangnya adalah BP. Itu (WK) high risk, deep water, jadi diberikan 50:50. Kalau menurut pengamat, itu menarik,” papar Tutuka.
Mantan Kepala PPSDM Migas itu menegaskan, pemerintah perlu menawarkan bagi hasil yang menarik lantaran sebagian institusi perbankan sudah menutup investasi untuk energi fosil dan beralih ke EBT.
“Beberapa perusahaan multinasional juga melakukan hal serupa, investasi hanya dilakukan untuk wilayah migas yang memberikan penawaran menarik,” ungkapnya.
Kementerian ESDM, lanjut Tutuka, juga terbuka terhadap usulan bagi hasil yang lain, sepanjang KKKS masih dapat memberikan justifikasi berlandaskan standar perhitungan yang baku. Termasuk biaya-biaya yang standar dan kecepatan pengembalian modal yang wajar.
Upaya lain untuk meningkatkan iklim investasi adalah memperbaiki perizinan. Kata Tutuka, pemerintah sekarang ini sedang menyelesaikan rancangan Perpres terkait perizinan yang terintegrasi antara bidang migas dan luar migas sehingga nantinya menjadi satu pintu.
“Jadi nantinya tidak masing-masing KKKS meminta izin ke instansi di luar migas. Kita upayakan dikelola satu pintu,” tandasnya.
Dari sisi regulasi, pemerintah mendorong perbaikan regulasi migas, antara lain regulasi untuk mengembangkan migas nonkonvensional seperti shale gas dan shale oil. Salah satu wilayah kerja yang didorong untuk pengembangan migas nonkonvensional adalah WK Rokan yang diharapkan tahun depan dapat dibor hingga cukup dalam hingga ke ‘dapurnya’.
“Apa beda migas konvensional dan non konvensional? Kalau migas konvensional itu ibaratnya ngebornya di rumah makan. Tapi nonkonvensional ngebornya di dapurnya. Harapannya dengan ngebor di dapurnya, tidak perlu eksplorasi. Dapur kan tidak pindah tempat, tapi rumah makannya bisa berbeda-beda. Kita mengejar Rokan untuk melakukan itu dan bekerja sama dengan perusahaan yang kompeten di bidangnya. Hal seperti itu yang kita lakukan ke depan,” jelas Tutuka.
Dia juga meminta agar KKKS melakukan investasi dengan mengganti fasilitas yang sudah berusia tua. Sejumlah lapangan yang dikelola PT Pertamina diharapkan dapat memperbarui infrastruktur migasnya.
“Beberapa lapangan di Pertamina kita harapkan infrastrukturnya diperbaiki. Produksi tidak naik dulu tidak apa-apa, tapi perbaiki infrastrukturnya. Nanti setelah itu kita naikkan produksi migasnya. Kita tahun ini harus sedikit bersabar produksi berada di level ini, tapi infrastruktur harus diperbaiki dulu karena ke depannya tidak bisa produksi naik kalau infrastruktur tidak diperbaiki,” pungkasnya Tutuka.(suko)