Kalah Gugatan di WTO, Indonesia Tetap Lanjutkan Hilirisasi Tambang

Pertambangan nikel milik PT Vale Indonesia Tbk. (INCO). / Vale.com

Suarabanyuurip.com – d suko nugroho

Jakarta – Indonesia kalah di World Trade Organization (WTO) atas gugatan larangan ekspor nikel. Kekalahan tersebut tidak menyurutkan Indonesia untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi bahan-bahan tambang lainnya seperti bauksit.

Pemerintah telah menetapkan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM 11/2019. Komisi Uni Eropa merespons kebijakan itu dengan menggugat Indonesia ke WTO.

Presiden Jokowi menegaskan, Indonesia berkomitmen untuk melakukan hilirisasi bahan-bahan tambang yang ada di tanah air untuk mendapatkan nilai tambah yang berlipat. Karena itu, Ia meminta agar penghentian ekspor bahan mentah tersebut tidak hanya berhenti pada komoditas nikel saja.

Jokowi mengungkapkan, beberapa tahun silam Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang nilainya hanya mencapai 1,1 miliar dolar Amerika Serikat. Setelah adanya smelter di tanah air dan pemerintah menghentikan ekspor bijih nikel, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi 20,8 miliar dolar AS atau Rp300 triliun lebih.

Mantan Walikota Solo itu menyatakan tidak mempermasalahkan kekalahan Indonesia di WTO. Masih ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh. Terpenting, kata Jokowi, hilirisasi tambang harus tetap berjalan karena bisa memberikan nilai tambah bagi Indonesia.

“Enggak apa-apa, kalah. Saya sampaikan ke menteri, banding. Nanti babak yang kedua, hilirisasi lagi, bauksit. Artinya, bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah. Setelah itu, bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal yang kecil-kecil, urusan kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah (raw material). Sudah beratus tahun kita mengekspor itu. Setop, cari investor. Investasi agar masuk ke sana, sehingga nilai tambahnya ada,” ujar Jokowi dikutip dari laman Setkab.

Menurutnya, hilirisasi industri juga memicu surplus neraca perdagangan Indonesia.

“Seperti kasus nikel ini nanti, dari Rp20 triliun melompat ke lebih dari Rp300 triliun. Sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu surplus, yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca berpuluh-puluh tahun kita. Baru 29 bulan yang lalu, kita selalu surplus. Ini, ini yang kita arah,” ujarnya.

Jokowi menegaskan bahwa gugatan tersebut merupakan hak negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan pemerintah Indonesia. Bagi Uni Eropa misalnya, jika nikel diolah di Indonesia, maka industri di sana akan banyak yang tutup dan pengangguran akan meningkat. Namun, Kepala Negara menegaskan bahwa Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju.

“Negara kita ingin menjadi negara maju. Kita ingin membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja kita takut, mundur, enggak jadi, ya enggak akan kita menjadi negara maju. Terus, saya sampaikan kepada Menteri, ‘Terus, tidak boleh berhenti. Tidak hanya berhenti di nikel, tapi terus yang lain,’” pungkasnya.

Langkah Jokowi tersebut mendapat dukungan Anggota Komisi VII DPR RI Rico Sia. Ia meminta pemerintah melakukan banding atas putusan WTO.

“Kita harus lawan putusan WTO sampai upaya hukum maksimal. Contohnya kalau di negara kita, saat ini kita kalah di Pengadilan Negeri (PN), kan bisa diajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) dan seterusnya, sampai (upaya hukum paling) maksimal,” tegas Rico.

Politisi Partai NasDem itu menambahkan, Indonesia tidak menghentikan ekspor nikel, namun tetap mengekspor nikel dengan bahan setengah jadi.

“Atau pemerintah dan pengusaha naikkan saja harga bahan mentah nikelnya menjadi sedikit di bawah harga barang setengah jadi. Toh nanti tidak ada yang mau beli, agar di hilirisasi dulu menjadi setidaknya (produk) setengah jadi. Kan sama saja,” saran Legislator Daerah Pemilihan (Dapil) Papua Barat itu.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah menyiapkan strategi komunikasi, lobi dan dasar argumentasi objektif dalam mengajukan banding terhadap putusan WTO. Termasuk memaksimalkan perjuangan atas keputusan pelarangan ekspor bijih nikel mentah ke luar negeri ini dengan berbagai upaya komprehensif.

“Kita harus memikirkan cara yang dapat diterima masyarakat internasional dalam rangka mendorong hilirisasi nikel ini. Pemerintah harus dapat meyakinkan panel WTO bahwa keputusan melarang ekspor bijih nikel mentah ini tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku. Indonesia masih sangat menghargai aturan yang ditetapkan WTO tapi di sisi lain ingin menjaga kedaulatan negara dalam pengelolaan sumber daya alamnya,” sambung politisi PKS.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya mengungkap hasil keputusan akhir WTO. Indonesia dinyatakan terbukti melanggar ketentuan WTO terkait larangan ekspor nikel. Dalam paparannya, tertulis bahwa final panel report dari WTO sudah keluar per 17 Oktober 2022.

Menurut Arifin masih ada peluang untuk banding terkait larangan ekspor nikel kepada WTO. Pihaknya juga beranggapan tidak perlu ada perubahan peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai tersebut sebelum ada keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB).

“Pemerintah berpandangan bahwa keputusan panel belum memiliki keputusan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk banding,” tuturnya.(suko)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *