Suarabanyuurip.com – d suko nugroho
Jakarta – Sebanyak 16 proyek Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) atau teknologi Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon ditargetkan beroperasi sebelum 2030. Teknologi ini dinilai dapat menjadi solusi peningkatan produksi migas untuk mendukung target 1 juta barel per hari minyak bumi dan 12 miliar kaki kubik per hari gas bumi tahun 2030. Selain itu juga mendukung pengurangan emisi menuju Net Zero Emission pada tahun 2060.
Dari belasan proyek tersebut, yang paling signifikan yaitu CCUS Tangguh BP Berau yang telah mendapatkan persetujuan Plan of Development. Selain itu juga ada Pilot Test Huff and Puff CO2 Injection oleh Pertamina di Lapangan Jatibarang.
Sejumlah proyek CCS/CCUS lainnya yang saat telah dikembangkan di sejumlah lapangan migas, antara lain, Lapangan Gundih, Sukowati, Sakakemang, East Kalimantan. Ketiga proyek tersebut mampu menyimpan potensi CO2 kurang lebih 43 juta ton.
Penerapan CCUS dan EGR di Lapangan Gundih di Cepu, Jawa Tengah, menggandeng JANUS, J-Power dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kajian CO2-EOR Sukawati oleh Pertamina EP, kajian CO2-EOR Limau Niru dan Blok Tangguh serta MRV Methodology for CCUS/CO2-EOR by Japex & CoE CCS/CCUS LEMIGAS 5. CO2 Source-Sink Match by COE CCS/CCUS ITB & JANUS.
Sejumlah proyek potensial lainnya, antara lain, pengembangan proyek CCS/CCUS untuk Banggai Ammonia Plant di Sulawesi Tengah oleh Panca Amara Utama, JOGMEC, Mitsubishi dan ITB. Proyek CCS Study di Sakakemang oleh Repsol, CCS/CCUS di Lapangan Abadi oleh Inpex hingga Blue Ammonia Production menggunakan sequestration CO2 oleh Toyo Engineering Corporation, Pupuk Kalimantan Timur, dan Pertamina Hulu Indonesia.
Kemudian, ExxonMobil bekerja sama dengan Pertamina juga membangun teknologi CCS/CCUS Merela mengadopsi tipe yang saat ini dikembangkan oleh Australia. Serta Lapangan Ubadari dan Vorwata EGR di wilayah kerja Berau, Muturi, dan Wiriagar yang dioperasikan BP Berau Ltd.
“Saat ini terdapat 16 proyek CCS/CCUS di Indonesia yang masih tahap studi dan persiapan, dan sebagian besar ditargetkan beroperasi sebelum 2030,” ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Mirza Mahendra dalam Talkshow CCS Sebagai Teknologi Untuk Offset Emisi di Indonesia yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) di Kantor LEMIGAS Jakarta.
Lebih lanjut Mirza menjelaskan Kementerian ESDM telah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri terkait Penyelenggaraan CCS/CCUS yang saat ini masih tahap harmonisasi antar-Kementerian.
“Yang paling signifikan yaitu CCUS Tangguh BP Berau yang telah mendapatkan persetujuan Plan of Development. Selain itu juga ada Pilot Test Huff and Puff CO2 Injection oleh Pertamina di Lapangan Jatibarang masih skala sumuran namun hasilnya sangat menggembirakan,” tambahnya.
Ketua IATMI, Raam Krisna mengungkapkan, acara hari ini sebagai wadah bagi para pakar dan pemangku kepentingan untuk berdiskusi bersama dan memberikan pandangan dalam upaya pengembangan potensi CCS/CCUS.
“Termasuk terkait potensi carbon trading untuk mendukung keekonomian proyek CCS/CCUS,” ujarnya.
Acara tersebut menghadirkan dua pembicara dari ExxonMobil dan LEMIGAS. Prasanna V. Joshi dari ExxonMobil menuturkan, “Kunci dari kesuksesan proyek CCUS yaitu kolaborasi, skala, biaya, serta keamanan dan manajemen resiko. Apabila semua aspek tersebut sudah terperhitungkan dengan baik, maka program CCUS akan sukses”.
Sementara itu, Dadan Damayandri menerangkan bahwa LEMIGAS telah banyak melakukan studi CCUS dari tahun 2003 hingga saat ini, termasuk dengan Japex Jepang dan Pertamina.
“Kedepannya LEMIGAS akan melakukan studi pemetaan potensi Depleted Reservoir dan Saline Aquifer untuk CCS/CCUS Hub dan Clustering, serta studi pemanfaatan karbon untuk produksi metanol hidrogen biru dan mendukung Ditjen Migas dalam merumuskan kebijakan mengenai CCS/CCUS,” pungkas Dadan.(suko)