Suarabanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Produksi Batik Jonegoroan, batik khas Kabupaten Bojonegoro terus bergeliat dan eksis hingga saat ini. Geliat itu salah satunya tampak di rumah batik di Desa Ringintunggal, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Batik Jonegoroan ini semakin berkembang serta memiliki beragam motif.
Rumah batik yang berada di ring satu Lapangan Minyak Banyu Urip Blok Cepu ini jangkauan pemasaran memang belum luas. Sementara ini hanya lingkup Bojonegoro saja.
Iswatun Khasanah, perajin batik di Rumah Batik Ringintunggal menceritakan kerajinan batik capnya pernah tidak laku sama sekali selama sebulan. “Namun, sekarang peminatnya lumayan banyak, tapi konsumen masih sekitar Kecamatan Gayam atau Bojonegoro saja,” katanya.
Membuat batik sudah menjadi keseharian Iswatun, bahkan semenjak 2017 lalu. Bermula saat ia mengikuti lomba membatik yang digelar ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Kebetulan Iswatun waktu itu terpilih menjadi salah satu peserta yang diberikan pelatihan dari 60 peserta yang mengikuti lomba itu.
“Ada 20 peserta yang terpilih dan diberikan pelatihan membatik, dan dibagi beberapa kelompok,” katanya kepada suarabanyuurip.com.
Ada banyak ragam motif batik yang dibuat di Rumah Batik Ringintunggal, dengan khas Jonegoroan. Mulai dari daun tembakau, bunga rosela hingga daun pohon jati. Semua tak lepas dari potensi yang ada di Bojonegoro.
Akan tetapi, batik buatan Iswatun difokuskan batik cap karena pembuatannya lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan batik tulis. Total motif batik Jonegoroan ada 10 motif.
“Sesuai capnya, saat ini ada 10. Tapi kalau mau buat motif lain ya harus pinjam,” kata perempuan asa Desa Ringintunggal, Kecamatan Gayam itu.
Dia mengatakan, untuk tahapan batik cap tekniknya sama seperti yang lainnya. Yakni mulai dari proses pewarnaan hingga penguncian warna. Untuk sehari bisa memproduksi 20 kain batik, itu juga tergantung cuaca.
“Karena setiap hari juga produksi. Namun, ada waktu-waktu tertentu karena tergantung ada yang memesan atau tidak,” katanya.
Sebab, meski rumah batik sudah ada sejak 7 tahun lalu tetapi butuh waktu untuk berkembang. Karena pemasaran belum luas, hanya lingkup Bojonegoro saja. Bahkan, pernah tidak laku sama sekali selama sebulan.
“Kalau untuk pembeli, ya seputar kenalan dekat. Juga kami menggunakan media sosial seperti Facebook, Instragram hingga Shoppe dengan harga rata-rata Rp 115 ribu sampai Rp 120 ribu tergantung kualitas lainnya,” kata Iswatun.
Iswatun berharap dari usaha batik yang ia tekuni bisa terus berkembang karena, meski sudah lama tapi masih merangkak. Terutama agar bisa langgeng untuk berproduksi dan bisa menebar lapangan pekerjaan untuk warga sekitar.(jk)