50% Penemuan Sumur Eksplorasi di Tanah Air Berupa Gas

Spesialis Dukungan Bisnis SKK Migas Perwakilan Jabanusa, Dimas Ario Rudhy Pear.

Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari

Bojonegoro – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, sekira lebih dari 50% penemuan sumur eksplorasi migas dalam satu dasawarsa terakhir di Tanah Air berupa gas. Namun, ini menjadi penting ketika gas berperan dalam transisi energi bersih.

Spesialis Dukungan Bisnis SKK Migas Jabanusa, Dimas Ario Rudhy Pear mengatakan, bahwa berdasarkan BP Outlook 2022, Reserves to Production Gas Indonesia dua kali lebih besar dibandingkan minyak bumi.

“Bahkan rata-rata 70% Plan of Development (PoD) merupakan pengembangan lapangan gas,” kata Dimas Ario Rudhy Pear kepada SuaraBanyuurip.com, Senin (27/03/2023).

Oleh sebab itu dalam kebijakan transisi energi ke depan, kata dia, arah kebijakan peralihan energi fosil ke energi baru terbarukan menjadikan gas sebagai faktor yang memegang peranan penting.

“Peran gas alam dalam transisi energi menjadi lebih penting karena sifat gas yang mudah ditransportasikan dan disimpan dan yang terpenting adalah faktor emisi karbonnya,” ujarnya.

Sementara, Kepala Departemen Humas SKK Migas Jabanusa, Indra Zukarnain menyatakan, bahwa transisi energi merupakan hal yang tak dapat dihindari oleh seluruh perusahaan migas di seluruh dunia.

Baca Juga :   Operator Migas di Bojonegoro Tak Gunakan Logo BP. Migas

Untuk itu, lanjut Indra, Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada 2030 dan hingga 41% dengan dukungan internasional termasuk teknologi dan keuangan.

Industri sektor energi disebut berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton karbondioksida ekuivalen (CO2e) menjadi 398 juta ton CO2e pada 2030 melalui pengembangan energi terbarukan, penerapan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.

“Kesepakatan Paris sebagai komitmen bersama untuk menahan laju kenaikan suhu rata-rata global dibawah 2°C di atas suhu di masa praindustrialisasi dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas suhu di masa praindustrialisasi, telah mengubah wajah industri migas saat ini,” imbuhnya.

Dijelaskan, bahwa gas sebagai energi transisi memiliki emisi yang lebih rendah dibandingkan minyak dan batubara. Emisi CO2 yang dihasilkan minyak, sebanyak kurang lebih 1,4 kali lebih banyak dibandingkan gas. Sedangkan emisi CO2 yang dihasilkan batubara, kurang lebih sebanyak 1,7 kali lebih banyak dibandingkan gas.

Baca Juga :   SKK Migas Jabanusa Berharap Industri Besar di Jatim Beralih Gunakan Gas

“Maka, dengan begitu, ada dua tantangan yang dihadapi sektor hulu migas saat ini. Yakni pemenuhan kebutuhan energi guna mengurangi impor migas dan berkontribusi dalam upaya menurunkan emisi karbon,” jelasnya.(fin)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *