HIPMI Bojonegoro Dukung Rencana Proyek Bioetanol di Wilayah Gayam

Tangkap layar di laman Kementerian Investasi/BKPM tentang rencana lokasi industri bioetanol di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Suarabanyuurip.com – Joko Kuncoro

Bojonegoro – Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Bojonegoro, Jawa Timur mendukung adanya rencana proyek strategis nasional Bioetanol di wilayah Kecamatan Gayam. Sebab, proyek tersebut dianggap memiliki potensi multiplier effect, akan berdampak pada meningkatnya nilai tambah ekonomi masyarakat sekitar.

Wakil Ketua Bidang Industri dan Energi Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Bojonegoro Imam Hambali menyampaikan, akan memberikan dukungan secara penuh dengan memastikan kelancaran pada proyek nasional tersebut.

“Secara prinsip seluruh investasi yang membawa potensi kesejahteraan masyarakat di Bojonegoro harus didukung,” katanya, Sabtu (1/4/3/2023).

Namun, seluruh proses pekerjaan proyek jiga harus memperhatikan aspek lingkungan dan sosial sebagaimana regulasi yang berlaku. Karena, proyek ini nantinya memiliki potensi multiplier effect.

“Seperti sektor konstruksi maupun saat produksi akan berdampak pada meningkatnya nilai tambah ekonomi masyarakat sekitar,” katanya.

Dia mengatakan, proses konstruksi pada industri tersebut tentu harus memberikan peluang bagi pengusaha lokal maupun keterlibatan tenaga kerja. Juga, lanjutnya, kordinasi investor dengan seluruh stakeholder baik dari pemerintahan, pengusaha lokal, dan masyarakat bisa berjalan dengan baik.

“Ini agar tujuan besar investasi dapat memberikan mutual benefit kepada semua pihak,” katanya.

Dipilihnya Kecamatan Gayam sebagai lokasi pendirian pabrik bioetanol karena wilayah tersebut merupakan Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Lahan yang dibutuhkan seluas 10 hektar. Produksi industri bioetanol untuk skema campuran bahan bakar bensin.

Selain itu, sebagaimana tertera di laman resmi Kementerian Investasi/ BKPM, lokasi yang terpilih itu mempunyai akses yang mudah menuju offtaker di Tuban, infrastruktur serta sumber daya lain yang mendukung. Status kawasan tersebut tidak dalam sengketa dengan status lahan clean and clear.

Industri bioetanol baru ini mengutamakan bahan baku jagung sebagai bahan baku utama, bukan menggunakan molases/tetes tebu seperti industri bioetanol lain di dalam negeri. Jagung dianggap sebagai bahan baku paling potensial di antara bahan baku lainnya. Kapasitas industri bioetanol sebesar 100 KTA diperlukan pipil jagung kering sebanyak 337.500 ton per tahunnya yang diperoleh dari penanaman jagung di lahan seluas 30.000 hektar (ha).

Lahan yang diproyeksikan sebagai lahan tanam jagung adalah lahan non-produktif milik Perum Perhutani sekitar area Bojonegoro, Tuban, Blora, dan Cepu. Skema kerja sama 3 arah (tripartite) antara Perum Perhutani sebagai pemilik lahan tanam jagung, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai perwakilan petani jagung, dan pihak investor sebagai pemilik usaha industri bioetanol dirancang agar pasokan pipil jagung kering untuk industri dapat terpenuhi secara stabil dan berkelanjutan serta tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan dan pakan.

Administratur Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro, Irawan Darwanto Djati sebelumnya mengatakan, bahwa perihal lokasi industri pihaknya belum dapat konfirmasi para pihak terkait dalam pembangunan pabrik.

“Karena kalau di tempat kami pasti melalui aturan yang panjang, yakni harus ke kementrian LHK perijinannya,” katanya kepada SuaraBanyuurip.com, Kamis (30/03/2023).

Meski begitu, jika menyangkut investasi di Bojonegoro khususnya Perhutani KPH Bojonegoro, pihaknya bersikap terbuka dan menerima. Dengan catatan selama hal itu sesuai dengan ketentuan.

“Pada prinsipnya kami welcome. Apalagi untuk kepentingan negara sendiri. Pasti kami mendukungn dengan tetap mengikuti ketentuan,” ujarnya.

Sebagai bahan bakar nabati (BBN) pencampur bensin, bioetanol direncanakan untuk diaplikasikan pada beberapa skema pencampuran antara lain A20 (15% metanol, 5% etanol), A6 (4% metanol, 2% etanol), maupun E5 (5% etanol).

PT. Pertamina (Persero) sebagai badan usaha yang mengedarkan bensin eceran akan menjadi offtaker utama bagi bioetanol dengan biofuel grade yang dihasilkan dari industri ini. Hasil samping industri bioetanol berupa Distilled Dried Grain with Soluble (DDGS) juga dapat dijual sebagai pakan ternak dengan protein tinggi.

Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya menyampaikan, pemerintah pusat akan membangunan pabrik metanol berkapasitas 800 ribu ton di Kabupaten Bojonegoro. Industri tersebut akan memanfaatkan sebagian produksi gas dari Lapangan Gas Jambaran – Tiung Biru (JTB).

“Ini merupakan upaya untuk mengoptimasi hilirisasi gas dan mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah,” tegas Arifin saat mendampingi Wakil Presiden Ma’ruf Amin meresmikan Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin meresmikan Proyek Strategis Nasional (PSN) Jambaran Tiung Biru (JBT) serta Lapangan Gas MDA & MBH, di Sheraton Hotel and Towers, Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Rabu (8/2/2023) lalu.(jk)

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *