Suarabanyuurip.com – Arifin Jauhari
Jakarta – Kasus penyerangan terhadap jurnalis kembali terjadi ketika meliput diskusi Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2023) siang. Penyerangan tersebut dilakukan sekelompok orang tak dikenal yang mengatasnamakan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG).
Keributan berawal ketika massa meminta jurnalis tidak melakukan peliputan saat kegiatan Diskusi Generasi Muda Partai Golkar. Suasana makin tegang ketika kameramen Kompas TV berinisial JPP yang sedang merekam peristiwa itu didorong oleh salah seorang massa tersebut.
“Kamera dipukul, sama dagu saya kena pukul,” kata JPP dalam siaran pers yang diterima SuaraBanyuurip.com, Kamis (27/07/023).
Selain itu, ponsel milik jurnalis CNN Indonesia TV diambil dan dilempar. Keributan dan adu mulut massa yang tak dikenal dengan penanggung jawab diskusi tak terhindarkan. Keributan terus terjadi selama hampir 1 jam sejak pukul 14.08 WIB. Tak puas, massa mendatangi ruangan yang direncanakan menjadi tempat diskusi. Mereka pun membanting peralatan liputan, salah satunya tripod milik jurnalis televisi.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Afwan Purwanto mengatakan, kasus kali ini merupakan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terus berulang menjelang tahun politik 2024.
“Atas tindakan itu AJI Jakarta mengecam keras aksi kekerasan dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan organisasi sayap partai Golkar,” kata Afwan Purwanto.
Senada dengan AJI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyebut kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik.
Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin menduga, perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Yang Berbunyi “Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta”.
“Kami mendesak seluruh pihak untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi dan penghalangan kerja jurnalis di lapangan,” ujar Ade Wahyudin.
“Kami juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya,” lanjut dia.(fin)
Atas peristiwa tersebut AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan:
1. Mendesak aparat kepolisian untuk menindak pelaku kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis menggunakan delik pidana UU Pers Pasal 18 ayat (1).
2. Mengimbau kepada para pemimpin media untuk bertanggung jawab atas keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan. Memberikan pembekalan pengetahuan Safety Journalist dan penanganan trauma yang terjadi selama peliputan jelang tahun politik atau pelaksanaan Pemilu 2024.
3. Meminta kepada seluruh pihak untuk menghormati kegiatan jurnalistik sebagai bagian dari upaya penegakan kebebasan pers di Indonesia, sehingga keberatan atas sebuah karya jurnalistik bisa dilakukan dengan mengirimkan hak jawab. Peraturan tentang hak jawab i dimuat Undang-Undang Pers nomor 40 Tahun 1999 dalam pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15.