SuaraBanyuurip.com – Teguh Budi Utomo
Tuban – Nasib memilukan menimpa Indri (bukan nama sebenarnya) asal Soko, Kabupaten Tuban, Jatim. Ibu muda ini harus menjalani perawatan medis dan psikis, setelah berulang kali menjadi kurban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh Mlk (36 tahun) suaminya.
Kini ibu dua putra tersebut, tergolek lemas tak berdaya di ranjang ditemani anak keduanya yang masih berumur 4 tahun. Ia tak sanggup lagi mengangkat tubuhnya, wajahnya pucat, dan ketakutan akibat kekerasan yang menimpanya.
Tragedi memilukan yang menimpa ibu rumah tangga berwajah oval itu, pada Jumat (25/08/2023) pukul 16.00 masuk ke ranah hukum. Para aktifis perempuan yang tergabung dalam LBH KP Ronggolawe,Tuban melaporkan perkara tersebut ke jajaran Reskrim Polres Tuban.
“(terhadap laporan itu) Kami akan mendalami, dan melakukan penyelidikan,” ujar Kasat Reskrim Polres Tuban, AKP Tommy Prambana, saat dikonfirmasi SuaraBanyuurip.com, Jumat malam.
Diperoleh informasi KDRT yang menimpa mantan kembang desa itu, sudah berulang kali terjadi. Puncaknya pada hari Kamis (24/08/2023) lalu, ketika pertengkaran hebat terjadi dengan suaminya hingga Indri dilarikan ke Puskesmas terdekat.
Sekitar 14 bulan sebelumnya, tepatnya tanggal 13 Oktober 2022, peristiwa serupa juga menimpa Indri. Ia melapor Polres Tuban dan ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA). Disaat proses penanganan di unit ini, kurban menerima bantuan layanan pendampingan hukum, dan konseling dengan fokus pada memulihkan psikisnya dari LBH KP Ronggolawe.
Dihadapan petugas kepolisian pelaku meminta maaf, dan menyesali perbuatannya. Dengan difasilitasi LBH KP Ronggolawe pula, pelaku menandatangani surat perjanjian, yang diantaranya berisi, tidak akan mengulangi lagi dan seterusnya akan lebih menyayangi istrinya dengan disaksikan perwakilan keluarganya dan keluarga istrinya.
“Dalam surat perjanjian yang ditandatanganinya, ia juga berjanji jika mengulangi perbuatannya bersedia dijatuhi hukuman,” urai pimpinan LBH yang lembaganya terakreditasi Kemenkum HAM tersebut.
Janji ternyata hanya tinggal janji. Surat perjanjian yang diteken di depan aparat kepolisian tak lagi dihormati. Di saat warga di desanya masih merasakan riuhnya perayaan HUT ke 78 Kemerdekaan Republik Indonesia, pada hari Kamis lalu pasangan yang menikah pada 12 Juli 2008 itu kembali bertengkar.
Pertengkaran yang terjadi sekitar pukul 11.00 itu, merupakan rangkaian dari sejumlah keributan sebelumnya. Kala itu pelaku melakukan penyerangan kekerasan fisik, dan psikis berupa kata-kata penghinaan terhadap korban.
“Akibat kejadian di siang hari itu, kurban menderita tekanan kekerasan fisik dan psikologis yang sangat berat,” kata Direktur LBH KP Ronggolawe, Nunuk Fauziah, saat dikonfrontir usai menemui kurban.
Diancam Undang Undang PKDRT
Kejadian itu sendiri bermula, ketika kurban meminta uang Rp100.000 kepada pelaku untuk membeli bedak. Mlk bukannya memberi duit, namun pedagang yang biasa berjualan di Pasar Rengel itu malah mengeluarkan kata-kata menyinggung perasaan Indri istrinya.
Cekcok di kamar pun berlangsung, hingga Mlk menendang kurban dari tempat tidur hingga terpental ke lantai. Dalam kondisi kesakitan, dan menangis Indri mencoba berdiri.
Saat istrinya bisa berdiri dengan kondisi terhuyung, Mlk malah berkata, “Menikah saja sama orang lain.” Kalimat dari mulut lelaki yang telah ditemaninya siang dan malam selama 15 tahun itu, kian menjadikan batinnya nelangsa.
Pelaku pun kemudian mengeluarkan ancaman, agar kurban segera meninggalkan rumah. “Kalau kamu tidak mau keluar dari rumah, maka saya yang akan keluar.”
Dengan menahan sakit, dan tangisan kurban mencoba meredam amuk suaminya. “Jangan keluar rumah, kita sudah berjanji akan membesarkan anak-anak bersama.”
Permintaan kurban tak digubris, setelah mengemasi pakaian Mlk bergegas keluar rumah. Indri semakin ketakutan, dan kehilangan rasa percaya diri. Selesai menendang istrinya, dan berkata-kata kasar, akhirnya pelaku mingat dan seketika itu pula kurban pingsan.
Kakak kurban yang berada tak jauh dari tempat kejadian, melihat Mlk keluar rumah. Ia menemukan adiknya dalam kondisi tak sadarkan diri, kemudian membawanya ke Puskesmas.
Atas keberulangan kejadian KDRT yang menimpa kurban, papar Nunuk Fauziah, pihaknya melaporkan kejadian tersebut ke Polisi.
“Kami sangat percaya kinerja Polres Tuban akan mementingkan kepentingan yang terbaik bagi korban, sehingga tidak mungkin akan dipersulit,” kata perempuan aktifis berhijab putih itu.
Kurban menuntut pelaku ke ranah hukum. Sedangkan pihaknya akan memastikan keadilan terhadap kurban yang tertuang dalam Undang Undang Nomor: 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Pada Pasal 6, kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Pasal 7, kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Sedangkan di Pasal 44 ayat 2, dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau denda paling banyak Rp30.000.000. Pasal 45 ayat 1, setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000.
“Dari kejadian ini saya berpesan, kepada seluruh perempuan yang akan menikah sebaiknya bukan hanya yang penting menikah, tapi tidak ada salahnya belajar manajemen konflik keluarga, belajar lebih mengenal psikologi calon suaminya, belajar menjaga reproduksinya dan belajar manajemen finansial,” kata Nunuk Fauziah panjang lebar.
Kendati hal tersebut bukan jaminan tidak akan terjadi KDRT, tambah Nunuk yang kala itu didampingi Ketua LSM Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban Suwarti, namun ketika terjadi KDRT bisa bersikap dan mengambil keputusan dengan tepat. Melalui cara itu tidak akan terjadi keberulangan kekerasan yang menimpa perempuan dalam rumah tangga. (tbu)