SuaraBanyuurip.com – Arifin Jauhari
Bojonegoro – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, pertanyakan sifat mendesak atau urgensi hibah uang sebesar Rp29 miliar ke Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Mengingat jika mengacu hibah dalam bentuk Bantuan Keuangan Khusus (BKK), justru ada 33 desa di Bojonegoro yang belum pernah sama sekali mendapat BKK selama Bupati Anna Mu’awanah meluncurkan program tersebut.
Pernyataan itu dikemukakan oleh salah satu Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro, Mochlasin Afan, seiring munculnya hibah atau BKK kepada kabupaten sebelah timur Bojonegoro yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten setempat.
“Saya pikir urgensi BKK untuk Kabupaten Lamongan ini dipertanyakan, karena sebelumnya kita sudah pernah hibah ke Kabupaten Blora dan Sumedang,” kata Politikus Partai Demokrat ini kepada SuaraBanyuurip.com, Jumat (15/09/2023).
Dalam catatan Afan, ada 33 desa dari 419 desa yang ada di Bojonegoro belum pernah mendapat BKK Desa (BKKD) sama sekali. Sehingga 33 desa itulah yang seharusnya mendapatkan BKK, bukan malah memberikan BKK ke Lamongan.
“BKK untuk 33 desa di Bojonegoro inilah yang seharusnya diprioritaskan, jadi bukan BKK kepada kabupaten tetangga,” tegas mantan jurnalis itu.
Jika argumentasi yang mendasari pemberian BKK ke kabupaten lain adalah kekayaan Bojonegoro berasal dari sumber daya alam dimana ada hak tetangga di dalamnya, maka hal itu merupakan domain pemerintah pusat untuk membaginya, bukan ranah pemerintah kabupaten (pemkab).
Sebab telah ada regulasi yang mengatur bagi hasil minyak dan gas bumi (migas). Di mana dana bagi hasil migas itu sudah diberikan atau dibagi-bagikan termasuk kepada kabupaten – kabupaten sekitar.
“Artinya bagi-bagi hasil kekayaan alam itu bukan domainnya pemkab,” ujar pria yang menjabat Komisi C DPRD.
Terpisah, Pembina Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI) Kabupaten Bojonegoro, Samudi menilai, usulan pemberian BKK dari Pemkab Bojonegoro kepada Pemkab Lamongan merupakan kebijakan yang tidak logis.
“Ini kebijakan ngawur. Hak Pemdes dalam ADD yang menjadi kewajiban Pemkab Bojonegoro aja masih kurang salur 2,5 persen, kok Bupati Anna mau beri BKK ke Lamongan, apa manfaatnya untuk masyarakat Bojonegoro,” kata penyuka tokoh wayang Wisanggeni ini mempertanyakan.
Apalagi jika yang dilakukan itu berupa BKK ke kabupaten lain, maka menjadi ironi apabila melihat kenyataan ada 33 desa tidak pernah mendapat BKKD sama sekali. Salah satunya ada desa yang dia pimpin. Menandakan Bupati Anna tidak memiliki prioritas yang jelas.
Sehingga menurut pria bercirikan kepala plontos ini, kalau hingga detik akhir masa jabatan Bupati Anna habis tetapi BKK kepada desa tidak diberikan kepada desa yang belum pernah menerima, artinya Bupati Anna tidak suka kepada pemerintah desa tersebut. Karena yang diberi BKK hanyalah pemdes yang disukai saja.
“Paling tidak, BKK kepada desa ini dipenuhi dulu, termasuk kekurangan ADD 2,5 persen itu, serta selesaikan segala kebutuhan dasar rakyat Bojonegoro, baru pikirkan daerah lain,” tandasnya.(fin)