SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Pertamina EP Cepu (PEPC) tidak menggunakan istilah desa ring satu atau dua untuk desa-desa di sekitar lokasi lapangan gas Jambaran Tiung Biru (JTB). Perusahaan pelat merah itu mengklasifikasikan desa sekitar JTB berdasarkan lokasi fasilitas.
Manager Communication Relation (Comrel) & CID Regional 4, Rahmat Drajat mengatakan, secara histori PEPC tidak menetapkan desa ring 1 atau ring 2.
“Tapi kami klasifikasikan berdasarkan lokasi fasilitas JTB, diantaranya desa tapak sumur berada (lokasi well pad kita), desa ROW, dan desa access road,” katanya, Rabu (6/3/2024).
Rahmad menjelaskan, dari klasifikasi tersebut ada 4 desa utama terdekat dengan fasilitas utama JTB yaitu Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, Desa Kaliombo dan Desa Pelem di Kecamatan Purwosari, dan Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo.
“Desa-desa yang terdampak itu semua menerima CSR. Kami membuat program CSR berdasarkan social mapping di daeraha atau desa yang terdampak operasi migas,” katanya.
Dia menambahkan, desa-desa yang terdampak juga mendapat alokasi dana desa (ADD). Namun untuk penentuan ADD sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah.
Anggota Komisi B DPRD Bojonegoro Lasuri mengatakan, acuan penetapan status desa terdampak di lokasi proyek JTB tentu harus sesuai dengan regulasi dari Pemerintah kabupaten (Pemkab) Bojonegoro.
“Jadi nanti pasti ada penetapan ring 1 dan 2, karena Pemkab Bojonegoro akan berkoordinasi langsung dengan desa. Dan PEPC nantinya juga akan patuh terhadap regulasi Kabupaten Bojonegoro,” katanya.
Penetapan desa ring 1 dan 2 di sekitar lapangan migas ini akan berpengaruh terhadap besaran ADD yang diterima desa.
“Seperti Desa Gayam dan Mojodelik, ring 1 lapangan minyak Banyu Urip, Blok Cepu, ditetapkan sebagai desa penghasil migas yang menerima ADD hingga Rp 3 miliar,” pungkas politisi PAN itu.(jk)