SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Sebagian petani jagung di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur kini telah mulai memasuki panen raya. Harga jagung pipilan di tingkat petani konon masih di atas harga acuan pembelian (HAP). Namun para petani menganggap dengan harga saat ini masih dirasa merugi.
Salah satu petani jagung di Desa/Kecamatan Dander, Wiwin Ribudi menyebutkan, harga jagung kering pipilan pada masa panen sebelum Pemilu 2024 sempat menyentuh angka sekira Rp6.000 per kilogram (kg).
“Itu jagung kering pipilan dari ladang, Mas, sekarang infonya di bawah Rp6.000 per kg,” ujarnya.
Senada dengan Wiwin, seorang petani jagung di Kecamatan Sekar, Widodo mengaku, harga jagung hasil panen sekarang lebih rendah dibanding sebelum bulan puasa. Menjelang Ramadan harga jagung pipilan kering sawah mencapai Rp5.000 per kg.
“Harga jagung pipil kering sawah sekarang Rp4.200, perkiraan kadar air (KA) 19-20 persen, sedangkan harga (pipil) basah dulu sebelum puasa Rp3.500 per kg, sekarang Rp3.000,” ungkap Widodo.
Para petani dia katakan menjual jagung tersebut kepada pengepul setempat. Baru kemudian jagung pembelian dari petani dikirim ke pabrik. Namun, harga yang diterima petani dirasakannya masih belum untung. Sebab ongkos produksi yang dikeluarkan menurutnya tinggi.
“Harga tenaga (buruh tani) di sini mahal soalnya, per harinya Rp100 ribu, belum lagi harga bibit dan pupuk yang sangat mahal, sudah gitu susah didapat,” tuturnya.
Harga pupuk subsidi disebutnya mencapai Rp330 ribu tiap zak berisi 50 kg, sedangkan untuk harga pupuk non subsidi menyentuh harga Rp360 ribu per zak. Dengan ongkos tanam yang dinilai sangat mahal, menurut pria 36 tahun ini belum ada keuntungan bagi petani.
“Mana bisa untung, Mas, dengan harga segitu,” ucapnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Pemimpin Cabang Badan Urusan Logistik (Pimca Bulog) Bojonegoro, Ferdian Dharma Atmaja mengatakan, bahwa pihaknya memang mendapat penugasan untuk menyerap produksi jagung. Tetapi ada regulasi yang mengatur hal tersebut.
“Penugasan kepada Bulog diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya kepada Suarabanyuurip.com, Senin (22/04/2024).
Acuan yang digunakan ialah Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 5 Tahun 202 Tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Komoditas Jagung, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras.
“Dalam Perbadan Nomor 5 Tahun 2022 untuk HAP jagung kering pipil dengan KA 15 persen di petani Rp4.200 per kg, harga jual di peternak maksimal Rp5.000 per kg,” beber pria asli Pamekasan Madura ini.
Yang terjadi di lapangan, pihaknya banyak menemukan para petani belum memahami perihal harga acuan pembelian yang diminta pemerintah. Sehingga banyak yang mengira jika harga lebih rendah daripada panen sebelumnya dianggap harga tersebut jatuh.
Pemahaman tersebut berbeda dengan harga jatuh yang dimaksud oleh Bulog. Sebab harga dikategorikan jatuh jika berada di bawah acuan atau HAP.
“Pernah ada kawan petani mengeluh ke kami, jagung dia dibeli cuma Rp3.000, tetapi setelah kami lihat ternyata KA nya masih 30 persen lebih, padahal jagung itu kalau dikeringkan sampai KA 15 persen masih mencapai harga Rp4.800 misalnya, maka artinya harga itu di atas HAP,” terangnya mencontohkan.
Sebaliknya, jika memang terjadi betul ada jagung kering pipilan dengan kadar air 15 persen dibeli seharga Rp4.000 per kg, maka Bulog akan membeli jagung sesuai ketentuan seharga Rp4.200, agar harga jagung tidak jatuh di bawah HAP.
Kondisi harga jagung di wilayah kerjanya, Bojonegoro, Lamongan, dan Tuban sebetulnya juga sudah dicek melalui mitra Bulog, salah satunya di Tuban. Diketahui harga jagung di Bojonegoro memang berada di bawah harga rata-rata di Tuban.
Pihaknya bahkan menguji langsung di tingkat petani sebanyak 10 ton seharga Rp3.700 per kg. Setelah itu jagung dikeringkan hingga KA 15 persen. Hasilnya kemudian dalam hitungan secara riil malah ketemu harga Rp5.600 dalam harga pokoknya jika mengacu rumus penentuan HAP.
“Kami beli dan jual jagung yang kami uji coba ini dengan cara komersil, bukan PSO (public service obligation) karena tidak bisa secara ketentuan penugasan atau PSO, kami jual ke peternak di Blitar, cuman skema komersil ini tergantung pasar, ada yang mau beli apa tidak seusai harga tadi,” jelasnya.
“Di lapangan, yang kami temukan tidak ada harga jagung kering pipil KA 15 persen yang dibeli di bawah harga acuan, misalnya harga Rp4.000, faktanya nggak ada sekarang. Tetapi kalaupun ada KA 15 persen harganya dibeli Rp4.000, kami akan beli Rp4.200, tapi kan kami nggak nemu,” tandas alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.(fin)