Menjaga Kebersihan Ruang Publik

Usman Roin.
Usman Roin

Oleh: Usman Roin

ALKISAH-selesai mengantar istri untuk keperluan suatu hal, penulis lalu mampir ke alun-alun Kabupaten Bojonegoro. Tujuan kami, adalah menikmati ruang terbuka hijau (RTH) sekadar berteduh di bawah pohon rindang, sambil menikmati angin yang silir-semilir.

Kala kami di alun-alun, sembari menikmati minuman dan jajanan yang telah dibeli, terlihat sampah yang ditinggal pemiliknya. Lokasinya pun ada di beberapa titik. Sampai di sini penulis pun berpikir, yang perlu ditingkatkan sebenarnya adalah kesadaran para pengunjung untuk ikut menjaga kebersihan di ruang publik.

Alun-alun, bisa dibilang destinasi wisata masyarakat yang ingin santai. Jalan-jalan sambil menikmati hijaunya pohon dan taman sembari duduk-duduk, atau sekadar menikmati makanan ringan yang dijajakan pedangang bersama keluarga dengan menggelar tikar.

Paparan tujuan tersebut sekadar sampel di tengah aneka motif lain yang tidak bisa penulis sebutkan menyeluruh. Oleh karena, terdapat hal kecil yang menggelitik penulis, yakni persepsi bersama menjaga kebersihan yang belum tertanam sepenuhnya di benak pengunjung.

Amatan penulis, masih saja terdapat sisa makanan dan minum yang berceceran, bahkan ditinggal begitu saja. Sebagai misal di tempat duduk, hingga di bawah pohon.

Alhasil, kala ada pengunjung lain yang ingin duduk, begitu melihat tempat ada sampah, akan mengurungkan niat. Penyebabnya, terdapat sampah pengunjung yang di-geletak-kan seperti tidak bertuan, serta ditinggal pergi begitu saja tanpa permisi.

Slogan

Perilaku menyampah pengunjung tersebut, kontras dengan slogan yang terpasang dan bertuliskan “Bojonegoro bersih dan indah”. Sepertinya, informasi tersebut tidak memiliki guna yang berarti di tengah fakta “bersih dan indah” yang realisasinya jauh panggang dari api.

Sebagai solusi kecil agar pengunjung ikut menjaga kebersihan ruang publik: Pertama, bagi penulis imbauan membuang sampah serta informasi tempat sampah perlu diberi petunjuk yang jelas. Syukur permanen dan diletakkan berdekatan. Sehingga, memudahkan pengunjung untuk melihat.

Karena bisa jadi, imbauan menjaga kebersihan saja dirasa belum cukup. Akan lebih optimal bilamana amar membuang sampah berdekatan dengan tempat sampah. Konkritnya antara amar dengan tempat sampah -tong maupun ember- keberadaannya tidak saling berjauhan.

Kedua, bisa juga dengan menyiagakan petugas khusus di hari Minggu. Tujuannya, melakukan patroli sebagai proses edukasi, perihal bersama menjaga kebersihan di ruang publik. Terlebih berdasarkan amatan penulis, Minggu serta hari libur lainnya keberadaan alun-alun masih menjadi tujuan favorit masyarakat.

Jika demikian, kehadiran petugas khusus akan mengurangi gerak pengunjung agar tidak abai terhadap kebersihan. Melainkan, turut respek dengan ringan tangan membawa bungkus makanan dan minuman yang telah habis untuk kemudian di-cemplung-kan pada tempat sampah.

Ketiga, bekerjasama dengan para pedagang. Artinya, dinas yang bertanggung jawab menjalin kerjasama dengan pedagang. Tujuannya, agar pedagang yang ada, tidak sekadar lepas tanggung jawab menjajakan dagangannya, alias dapat untung. Tetapi, ikut menyisipkan informasi kepada palanggannya, bilamana telah selesai makan hingga minum di area alun-alun untuk membuang sampah di tempat sampah yang telah tersedia.

Adapun yang keempat, bisa pula dengan meminta bantuan kepada duta lingkungan -bila ada- LSM, hingga UKM kampus pecinta lingkungan yang di Bojonegoro secara bergantian untuk mendarmabaktikan keberadaan organisasinya guna memberi edukasi kepada pengunjung yang hangout di alun-alun akan pentingnya menjaga kebersihan.

Beberapa solusi kecil di atas tentu berdasar. Bila dari internal masyarakat Bojonegoro sendiri sudah sadar kebersihan, tentu pengunjung dari eksternal pun yang mampir di kota ledre dan migas, menjadi terkesima bila alun-alun yang dijadikan ikon terjaga kebersihannya.

Islam

Di dalam Islam, menjaga kebersihan agar lingkungan senantiasa lestari hakikatnya ditujukan untuk masing-masing individu. Alhasil, perilaku membuang sampah sembarangan adalah bagian dari sumbangsih kita membuat kerusakan di muka bumi (al A’raf: 56).

Karenanya, Ibnu Katsir menjelaskan terkait firman Allah di atas, bila kerusakan demi kerusakan dibuat oleh manusia itu akan berdampak signifikan baginya. Yakni, kerusakan yang dibuat akan kembali kepada ekosistem manusia sendiri. Sehingga mohon maaf, banjir karena ulah sampah yang dibuang sembarangan akankah terjadi.

Jika demikian, memulai dari diri sendiri untuk ikut opén menjaga kebersihan ruang publik, adalah perilaku mulai merawat dan menjaga lingkungan tempat kita berada.

Sepele memang membuang sampah pada tempat sampah. Tetapi sekali lagi, selain menjadi bagian ikhtiar diri merawat lingkungan sebagaimana perintah Allah, juga bentuk syukur mewujudkan kenyamanan sosial sebagai aktualisasi ibadah ghairu mahdhah kepada-Nya. Amin ya rabbal ‘alamin.

Penulis adalah Dosen Prodi PAI Unugiri, Pengurus PAC ISNU Balen serta Pengurus Remaja Masjid Agung Darussalam Bojonegoro.

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *