SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bandung — Batik memang bukanlah benda baru. Namun di tangan orang yang tepat ia bisa menjadi sesuatu yang memberikan nilai baru nan lestari. Setidaknya kesadaran ini terbersit di benak Tatik. Perempuan pembatik asal desa ring 1 lapangan minyak dan gas bumi (migas) Pertamina Eksplorasi dan Produksi (EP) Sukowati.
Perjuangannya yang dirintis sejak bertahun-tahun silam kini dikisahkan di Kota Kembang. Tatik mendapat kehormatan untuk tampil sebagai narasumber dari salah satu local hero, gelar yang disematkan oleh Pertamina untuk para perintis, penggagas, dan pembawa perubahan di bidangnya masing-masing.
Pada salah satu hotel di Bandung ini, Tatik membuka hikayat dihadapan ratusan jurnalis dan jajaran punggawa Pertamina Subholding Upstream (SHU) Regional Indonesia Timur.
“Awalnya, saya dulu pengangguran, ndak kerja, lalu ada suatu pelatihan membatik yang jauhnya 5 kilometer, tiap hari saya sendirian naik sepeda ontel ikut pelatihan,” tutur perempuan asal Desa Sambiroto, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Selasa (03/06/2024).
Saat itu sekitar tahun 2011, di mana perempuan yang sekarang berusia 52 tahun itu belajar agar bisa membatik. Pelatihan yang dipelajarinya mula-mula ialah batik tulis. Baik secara lokal diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja Bojonegoro sampai tingkat Provinsi Jatim ia ikuti.

Setelah berhasil menguasai beberapa motif batik, tenaga pendidik tingkat Taman Kanak-kanak (TK) ini tergugah untuk mengajak beberapa orang tetangga berlatih membatik. Sebab dalam pandangan dia, batik merupakan budaya lokal yang harus terus dilestarikan dan diturunkan.
“Kemudian saya membuat kelompok pada 2017 berjumlah 15 anggota,” bebernya.
Perjalanan awal rintisan ini tentu tidak mulus, sebab acap kali para anggota harus absen dari belajar membatik karena memilih bekerja, karena ketika itu penjualan batik belum tentu terus menerus ada setiap harinya, hingga di pertengahan jalan kelompok tersebut bubar.
“Ditambah lagi pada 2019 ada pandemi Covid-19, kami terhenti, tidak ada penjualan dan modal kami habis untuk produksi, jadi tidak ada pemasukan,” ujarnya.
Pasca pandemi, kabar baik dibawa kepadanya oleh pemerintah desa, bahwa ada pelatihan yang diberikan oleh Pertamina EP Sukowati Field untuk memberikan program pemberdayaan kepada masyarakat setempat. Tatik dipercaya untuk membuat kelompok pembatik lagi.
“Setelah itu kami mendapat pelatihan, fasilitas, dan diberikan beraneka alat penunjang produksi batik, seperti cap untuk membatik salah satunya,” kata sarjana lulusan IKIP PGRI Bojonegoro ini.

Sejak itu, batik besutan Tatik mulai banyak dibeli konsumen. Bahkan tak hanya lokal Bojonegoro saja, tetapi banyak pula pesanan dari luar kota. Tak berhenti di situ, batik produksinya pun tembus hingga ke Aljazair.
Jika ditarik kembali ke waktu lampau, disadari sebetulnya kendala yang utama berada pada sisi pemasarannya saat itu yang belum jelas dan luas. Sehingga, batik susah laku dan dikenal kalangan masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur.
Kendati, perempuan yang mengajar di TK Sambiroto II ini memang pribadi pantang menyerah. Karena kala itu ia harus menjajakan sendiri dari pintu ke pintu batik buatannya.
Namun, mulai akhir tahun 2021 lalu Tatik mengaku seperti mendapatkan keajaiban, karena setelah mendapatkan dampingan dari Pertamina EP Sukowati Field, pemasarannya semula manual juga diperluas secara digital.
“Yaitu dengan cara melalui media sosial seperti Facebook, Instagram hingga akan dimasukkan ke Shopee,” ungkapnya.
Dijelaskan, batik cap yang ia buat motifnya kebanyakan khas Bojonegoro, antara lain motif daun jati, sumur angguk, Kahyangan Api, dan ada pula motif terbaru juara lomba desain motif batik khas Bojonegoro inisiasi Pertamina EP Sukowati dengan Lestari Muda Indonesia, yakni Kembang Sambiloto yang dikembangkan.
“Semuanya batik cap,” kata Ketua UMKM Kembang Sambiloto beranggota 23 kelompok ini.
Tatik mengaku, saat ini kelompoknya mulai merasakan dampak ekonomi dengan adanya kenaikan pendapatan kelompok. Namun, pendapatan kelompok tidak semua dibagi, tetapi sebagian ditahan untuk kas kelompok. Rencananya akan digunakan untuk pengembangan modal.
“Pendapatan kelompok setiap bulannya rerata Rp3,5 juta. Selain itu kami punya 10 motif batik khas, 9 diantaranya sudah memiliki hak cipta, termasuk motif kembang sambiloto,” paparnya.
Atas keadaan kelompok yang menjadi lebih baik itu, pihaknya turut menyampaikan apresiasi kepada PEP Sukowati Field sebab telah mendukung kelompok batik melalui pendampingan dan pelatihan-pelatihan.
“Terima kasih Pertamina EP Sukowati, dan harapannya para ibu yang ada di sekitar saya bisa lebih semangat dan lebih kreatif lagi untuk berkarya,” ucapnya.
Diminta tanggapannya atas keberhasilan program yang digagas oleh perusahaan, Senior Manager Relation PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Zona 12, Regional Indonesia Timur, Subholding Upstream Pertamina, Fitri Erika menyatakan, bahwa pihaknya selalu berupaya memberikan nilai manfaat yang semaksimal mungkin kepada pemangku kepentingan, termasuk masyarakat di sekitar wilayah operasi.
“Kami ingin operasi migas memberikan multiplier effect termasuk pengembangan ekonomi dan kemandirian masyarakat berbasis potensi lokal,” ujarnya.
Erika, demikian ia karib disapa mengaku, sangat bangga saat ini ibu-ibu anggota kelompok memiliki kegiatan produktif dan bisa mendukung perekonomian keluarga. Kegiatan ini juga mendorong masyarakat untuk guyub sehingga menjadi modal sosial dimana mereka saling tolong menolong satu dengan lainnya.
Latar belakang awalnya ide tersebut adalah mencari kegiatan produktif untuk ibu-ibu rumah tangga yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat ekonomi. Hal lainnya yang turut melatari adalah Desa Sambiroto, Kecamatan Kapas, Bojonegoro ini memiliki potensi batik yang bisa jadi memudar bahkan punah jika tidak dilestarikan.
Sebagai hasilnya, motif lokal dipadukan dengan motif kekinian mampu menerbitkan produk kerajinan batik yang diminati. Sehingga tujuannya selain untuk kemandirian ekonomi, program ini juga melestarikan budaya batik, khususnya motif lokal Desa Sambiroto yang dikenal dengan motif batik Bunga Sambiloto.
“Saat ini motif batik di kelompok sudah berkembang dengan ditandai bertambahnya motif baru yaitu motif pompa angguk yang menggambarkan potensi minyak dan gas di Bojonegoro yang diberi nama motif Sumber Energi Kehidupan,” tandasnya.(fin)