DPR Tengarai Ada Permainan Cost Recovery Hulu Migas

hulu migas
FOTO ILUSTRASI : Salah satu kegiatan hulu migas Indonesia di lepas pantai.

SuaraBanyuurip.com – Komisi VII DPR RI menengarai adanya permainan cost recovery (pengembalian seluruh biaya operasi) kegiatan hulu migas. Dugaan ini mencuat lantaran terjadi peningkatan cost recovery dari tahun ke tahun, sementara lifting migas cenderung terus menurun.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Hariyadi menyampaikan, cost recovery dari tahun 2022 ke 2023 terjadi peningkatan dari USD6,1 miliar menjadi USD9,6 miliar, atau sekitar 58 persen. Begitupun dari tahun 2023 ke 2024 yang diproyeksikan akan menghabiskan USD13,9 miliar.

“Sementara sejak 3 tahun lifting kita turun terus tapi biayanya naik terus, dan itu tadi diakui Pak Wiko bahwa produksinya turun. Maka, saya ingin mendapat penjelasan lebih detail terkait hal tersebut,” ujar Bambang saat Rapat Dengar Pendapat dengan SKK Migas dan Wakil Dirut PT Pertamina, di ruang rapat Komisi VII, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024) lalu.

Senada diungkapkan Anggota Komisi VII DPR RI Abdul Kadir Karding. Ia mempertanyakan cost recovery yang terus naik dari tahun ke tahun, namun tidak dibarengi dengan peningkatan kinerja, yakni hasil lifting Migas yang tidak signifikan.

Politisi PKB ini menduga ada semacam modus tertentu untuk terus menaikan cost recovery dengan melakukan lobi-lobi khusus, yang kemungkinan hanya menguntungkan seseorang atau individu saja. Jika memang itu terjadi, dan ada kerugian negara di dalamnya, Karding menilai hal itu sangat berbahaya, dan harus segera didalami dan dilakukan evaluasi.

“Menurut saya ini harus diperjelas kenapa, kan logikanya kalau tunjangan kinerja naik, kan kerjanya musti bagus dong. Kalau cost recovery ini naik, mestinya lifting kita juga naik dong, dan naiknya tidak sedikit. Naiknya terus, itu yang disebut kinerja. Kalau ini bukan kinerja,” ungkap Karding dikutip dari parlementaria.

Menanggapi hal itu, Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto menjelaskan, dalam catatannya cost recovery turun dari 2020 ke 2023. Yakni dari 2020 sebanyak US$ 8,1 miliar turun menjadi US$ 7,7 pada 2023.

Cost recovery, lanjut Dwi, merupakan pengembalian seluruh biaya operasi yang timbul dari kegiatan hulu migas.

“Cost recovery tahun ini diperkirakan mencapai US$ 8,3 miliar, karena adanya beban dari tahun sebelumnya atau unrecovered cost sebesar US$ 0,7 miliar,” tegas mantan Direktur Utama Pertamina itu.(red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *