SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari
Bojonegoro — Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur kian dekat, namun hingga detik ini baru muncul satu pasangan bakal calon bupati (Bacabup) dan bakal calon wakil bupati (Bacawabup), yakni Setyo Wahono-Nurul Azizah.
Sementara mantan petahana kelahiran Tuban, Anna Mu’awanah belum jelas mendapat keputusan berpasangan dengan siapa dalam kontestasi yang dihelat lima tahunan ini.
Maka berdasarkan konstelasi politik yang belum final, kemudian muncul asumsi dari khalayak jika Pilkada Bojonegoro 2024 ini hanya akan ada pasangan calon (paslon) tunggal yang akan berhadapan dengan kotak kosong.
“Misalnya ada skenario untuk melawan kotak kosong, bisa saja terjadi seperti itu karena hanya ada paslon tunggal, tetapi itu bukan demokrasi yang baik,” kata Pengamat Politik Bojonegoro, Muhammad Roqib kepada Suarabanyuurip.com, Selasa (06/08/2024).
Jika ingin demokrasi di tingkat lokal berjalan dengan baik, semestinya minimal ada dua paslon yang berkontestasi di dalam Pilkada. Bahkan menurut pria yang menjadi Dosen Hukum Tata Usaha Negara Universitas Muhammadiyah Gresik ini, lebih dari dua paslon justru lebih baik.
“Sehingga masyarakat Bojonegoro akan punya banyak pilihan dalam menentukan nasib mereka,” ujarnya.
Sebab esensi dari pilkada adalah bagaimana agar masyarakat Bojonegoro terlibat aktif dalam mengubah nasibnya sendiri melalui pilkada. Dengan begitu sejatinya pilkada adalah hajatan masyarakat Bojonegoro. Bukan hajatan elit partai politik apalagi hajatan pusat.
Sebagaimana konsep desentralisasi, yaitu konsep otonomi daerah yang diperjuangan dalam masa reformasi, maka pilkada menjadi momentum di mana masyarakat di daerah bisa menentukan nasib mereka di daerah.
“Jangan kemudian yang berubah itu nasibnya elit-elit parpol, karena yang harus berubah nasibnya ya warga biasa ini. Jangan ada gejala kembali terjadi resentralisasi, karena ini tidak baik untuk demokrasi,” tandasnya.(fin)