Meski melalui proses cukup panjang dan melelahkan. Mantan pekerja proyek ladang gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) sukses budi daya anggur import di lahan pekarangan.
SENJA belum beranjak ke rembang petang. Segumpal awan redupkan sinar sang bagaskara di sekitar Ladang Gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) yang tampak bergerak pelan ke peraduan. Semburat syafak di ufuk barat, memendarkan untaian rona jingga yang menggelorakan atma.
Lalu-lalang mobil perusahaan melintas keluar masuk lokasi JTB silih berganti. Gemuruh suara mesin produksi gas JTB terus terdengar seakan benar-benar tak mengenal jeda.
Habisnya pengerjaan proyek rekayasa, pengadaan dan konstruksi (Engineering, Procurement and Constructions/EPC) Lapangan Gas JTB tak membuat sebagian mantan pekerja dari desa ring satu berkecil hati untuk mencari sumber penghasilan.
Tak sedikit dari mereka kini telah beralih ke sektor wirausaha. Sebagaimana dilakukan Warsono, warga Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem, Kebupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Mantan pekerja proyek scaffolding di salah satu kontraktor JTB (kala belum operasi) ini sukses budi daya anggur impor sejak awal tahun 2023 lalu.
“Saya mulai budi daya anggur impor sejak Bulan Januari Tahun 2023 lalu, setelah tak lagi bekerja di lokasi JTB karena pengerjaan proyek habis dan kala itu pengurangan tenaga kerja besar-besaran,” kata Warsono ketika memulai membuka kisahnya kepada Suarabanyuurip.com, Jumat (09/08/2024).
Warga rukun tetangga (RT) 22, rukun warga (RW) 02, Dusun Pohwayang ini memilih memanfaatkan lahan pekarangan disamping rumahnya berukuran 8×17 meter dibangun green house anggur impor supaya lebih mudah merawat. Sedangkan untuk membangun green house dilakukan dengan cara bertahap.
“Bangun green house ini bertahap ya karena terbentur modal. Total keseluruhan habiskan dana Rp 20 juta lebih. Modal itu dari menyisihkan sedikit sedikit gaji dari kerja di proyek,” tuturnya.
Sembari memotong cabang batang anggur, pria berusia 26 tahun ini menceritakan, budi daya anggur import dilakukan secara otodidak sehingga sempat mengalami kesulitan untuk membuat pertumbuhan tanaman anggur dengan baik.
“Awalnya kan dari pekerja proyek jadi tidak punya pengalaman cara menanam dan merawat tanaman anggur yang baik, jadinya ya banyak yang mati. Untuk bibitnya beli dari online,” ujarnya.
Kegagalan yang dialami tak lantas membuat Warsono putus asa. Justru terus belajar dengan berbagai cara termasuk dengan buka-buka YouTube dan media online serta diskusi dengan teman yang sudah faham tentang tatacara penanaman dan perawatan anggur yang benar.
Ia mengaku cukup rumit dan tidak semudah membalik telapak tangan karena butuh ketelatenan dan kesabaran untuk bisa mencapai hasil yang diharapkan. Seperti cara memupuk, penyemprotan butuh menyesuaikan cuaca. Jika musim kemarau sebulan cukup satu sampai dua kali penyemprotan. Namun kalau musim hujan seminggu bisa dua kali penyemprotan.
“Setelah melalui proses cukup panjang dan melelahkan, alhamdulilah hasilnya sudah bagus seperti saat ini, dan sudah bisa memanen enam kali,” ucapnya.
Untuk bisa memanen anggur butuh waktu cukup lama yaitu sampai 6 bulan untuk panen pertama. Itupun kalau media tanamnya bagus. Jika tidak bagus, maka pertumbuhan anggur terganggu atau tidak normal. Sehingga panennya bisa molor lebih dari 6 bulan.
“Setelah panen pertama itu, panen selanjutnya lebih pendek waktunya. Sehabis dilakukan pruning atau pemotongan beberapa batang rata-rata jarak tiga bulan sudah bisa dipanen,” jelasnya.
Bapak satu anak ini mengaku, sekali panen dari luas green house 8×17 meter tersebut mampu menghasilkan 25 kilogram (Kg) anggur import dan 1 kg anggur dihargai Rp 100 ribu.
“Untuk sementara jualnya tidak ke pasar karena baru sedikit. Jadi cukup melayani pesanan pembeli saja kadang telat. Lagian produktifitasnya juga masih belum normal. Karena iklim kadang tidak bersahabat,” ungkapnya.
Pria berkulit sawo matang ini menambahkan, untuk meningkatkan penghasilan tidak hanya terpaku dari budidaya anggur import saja. Buka usaha jualan mie ayam pun dilakukan dengan memanfaatkan green house sebagai tempat lesehan pembeli.
“Lumayan juga ya pelanggan yang beli mie ayam. Lagian saya bebaskan juga untuk foto foto di lokasi green house. Untuk hasil alhamdulilah cukup untuk buat kebutuhan keluarga sehari hari,” imbuhnya.
“Intinya jangan mudah putus asa untuk mencari sumber penghasilan, teruslah berusaha dan jangan gengsi terpenting tidak merugikan orang lain,” tandasnya.
Salah satu pembeli mie ayam di green house anggur, Huda mengaku, merasa nyaman dan senang menikmati mie ayam meski dengan lesehan. Sebab bisa melihat pertumbuhan anggur yang bagus dan udara disekitarnya juga cukup sejuk tidak panas.
“Kreativitas Mas Warsono ini luar biasa ya. Dari semula pekerja proyek JTB bisa berhasil budidaya anggur import dengan bagus, dan tempatnya bisa dibuat lesehan pembeli mie ayam. Jadi ini patut dicontoh bagi warga lainnya,” sambung Huda.(Sami’an Sasongko)