SuaraBanyuurip.com – Joko Kuncoro
Bojonegoro – Rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2025 mendatang akan mengancam pekerja dan industri di sektor tembakau kelimpungan. Karena itu, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bojonegoro menolak kebijakan tersebut karena akan memberatkan petani tembakau.
Wakil Ketua II APTI Bojonegoro, Imam Wahyudi mengatakan, masyarakat pasti akan kelimpungan apabila tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) kembali dinaikkan, terutama bagi industri rokok dan petani tembakau.
“Banyak yang akan terdampak jika tarif cukai kembali dinaikkan,” katanya kepada Suarabanyuurip.com, Jumat (30/8/2024).
Dia mengatakan, pabrikan pasti akan mengurangi produksi rokok dan secara otomatis serapan tembakau juga akan berkurang. Sehingga apabila ini tidak diantisipasi pasti di tingkat petani akan timbul gejolak sosial.
“Bahkan akan timbul konflik, sehingga jika rencana tarif cukai benar terealisasi tentu kami akan melakukan upaya untuk melakukan penolakan,” katanya.
Sebelumnya buruh rokok di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur menyurati Pj Bupati Bojonegoro Adriyanto untuk mengajukan audiensi penolakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 mendatang. Sebab, kenaikan tarif CHT secara tahunan dinilai dapat menyebabkan badai pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh rokok.
“Kenaikan tarif cukai juga mengancam keberlangsungan industri rokok. Apalagi sebelum pemerintah pada 2023 dan 2023 telah menaikkan CHT 10 persen, jadi kalau dinaikkan kembali banyak yang terdampak,” kata Ketua Cabang Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bojonegoro, Anis Yulianti.
Dia mengatakan, industri rokok khususnya sigaret kretek tangan (SKT) yang memberdayakan banyak sumber daya manusia (SDM) atau karya padat pasti akan merugi apabila cukai dinaikkan.
“Karena itu, dengan surat permohonan audiensi Pj Bupati Bojonegoro tentang penolakan kenaikan cukai tahun 2025 buruh rokok akan menyampaikan aspirasi,” katanya.(jk)