SuaraBanyuurip.com – d suko nugroho
Bojonegoro – Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur dinobatkan sebagi lokasi program kampung iklim (Proklim) tingkat Utama oleh Kementerian Lingkungan Hdup dan Kehutanan (KLHK). Desa di wilayah operasi lapangan gas Jambaran Tiung-Biru (JTB) ini dinilai aktif melakukan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim secara terintegrasi sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap upaya pengendalian perubahan iklim.
Penghargaan dari Menteri KLHK, Siti Nurbaya ini diterima oleh Kepala Desa Sendangharjo, Yuskarianto pada acara sosialisasi dan penyerahan penghargaan Proklim Kategori Utama Sertifikat dan Adiwiyata Provinsi Jawa Timur tahun 2024, Selasa (10/8/2024).
Yuskarianto menjelaskan, seleksi Proklim tingkat nasional berlangsung ketat karena Desa Sendangharjo harus bersaingan dengan desa-desa se-Indonesia. Desa Sendangharjo mempresentasikan sejumlah program lingkungan yang dilaksanakan kepada tim KLHK.
Program lingkungan yang dipaparkan meliputi pembangunan embung, pembuatan sumur resapan, reboisasi dengan memanfaatkan tanah kas desa, pengolahan ares atau bonggol pisang menjadi kerupuk, dan pengelolaan sampah melalui bank sampah.
“Dari beberapa program lingkungan yang kita laksanakan itu, bank sampah dari program Pertamina EP Cepu Zona 12 ini yang mendapat nilai tertinggi. Bank sampah ini dinilai berkontribusi besar terhadap tumbuhnya kesadaran warga untuk menjaga lingkungan,” kata Yuskarianto.
Ia berharap dengan penghargaan Proklim tingkat Utama dari Kementerian LHK ini dapat menjadi motivasi bagi Pemerintah Desa Sendangharjo, masyarakat dan pengelola bank sampah untuk bersama-sama menjaga lingkungan dan menciptakan inovasi guna mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Kami sedang menyiapkan rencana program kerja lingkungan untuk satu tahun kedepan sesuai permintaan dari KLHK. Mudah-mudahan program kerja ini nantinya disetujui,” harap Yuskarianto.
Program bank sampah mandiri keluarga harapan (BSMKH) yang digulirkan Pertamina EP Cepu Zona 12 sejak tahun 2018 di Desa Sendangharjo telah memberikan perubahan besar terhadap perilaku warga untuk menjaga lingkungannya. Mereka tidak lagi membuang sampah sembarangan, karena sampah-sampah bisa ditampung di bank sampah untuk dipilah, dikelompokan, dan diolah.
Di BSMKH, sampah-sampah dari warga dikelompokan menjadi tiga jenis. Sampah rosok, organik dan sampah plastik. Untuk sampah rosok dijual dan hasilnya dikembalikan ke warga untuk membayar pajak bumi bangunan (PBB). Ada 350 keluarga yang menjadi anggota bank sampah.
Sementara sampah organik untuk budidaya maggot dan pupuk organik. Sedangkan sampah plastik diolah menjadi bahan bakar alternatif (BBA) untuk kendaraan operasional pengangkut sampah.
“Untuk saat ini kita sedang mengembangkan program Si Imut My Darling atau Integrasi Ikan Magot Unggas dan Ternak Bersama Masyarakat Sadar Lingkungan,” kata Imam Muhlas, Ketua BSMKH usai menjadi narasumber Pendalaman Krida dalam kegiatan Peran Saka Jawa Timur 2024 di Bumi Perkemahan Kokobo Dander Forest Desa/Kecamatan Dander, Jumat (13/9/2024).
Muhlas menjelaskan, program Si Imut My Darling atau kepanjangan dari integrasi ikan magot unggas dan ternak ini mengintegrasikan pengelolaan sampah dengan peternakan. Sampah organik untuk budidaya maggot dengan menerapkan teknologi alami lalat black soldier flay (BSF) yang menghasilkan pakan ternak untuk budidaya bebek petelur, ayam, dan lele. Sementara sisa sampah organik dari Maggot digunakan untuk pupuk organik bagi tanaman.
“Jadi dari pengelolaan bank sampah yang kita lakukan ini memberikan peluang usaha baru di bidang peternakan yang bisa memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga,” tegasnya.
Sementara untuk sampah plastik atau non organik diolah menggunakan mesin fast pyrolysis menjadi bahan bakar alternatif. Untuk setiap kali produksi bahan bakar ini membutuhkan 50 kilogram sampah plastik dengan hasil 4-3 liter BBA siap pakai.
“Selain untuk operasional kendaraan pengangkut sampah, BBA ini juga untuk membantu kegiatan masyarakat seperti ketika ibu-ibu akan menghadiri pengajian. Bahan bakar kendaraannya kita produksi sendiri,” beber Muhlas.
Dari program yang dilaksanakan BSMKH tersebut, 23 ton sampah berhasil dikelola, 17,4 ton sampah organik dimanfaatkan menjadi media budidaya maggot, dan 340 Rumah tangga melakukan pemilahan sampah secara mandiri.
Program ini juga menghasilkan dampak ekonomi Rp 4,7 juta/bulan omset penjualan magot dan olahan maggot, Rp 3,5 juta/bulan penghematan operasional kendaraan pengangkut sampah dengan memanfaatkan hasil olahan sampah plastik, dan Rp 47,9 juta pendapatan bank sampah dalam enam bulan.
“Target kami kedepan adalah zero waste atau nol sampah dan menjadikan sampah sebagai sumber energi kehidupan,” tandas Muhlas.(suko)