Mengintip Teka Teki Bahan Pembuatan Etanol dan Metanol di Bojonegoro, Inilah Kata LPPNU

Ketua PC. LPPNU Bojonegoro, Zainal Fanani.
Ketua PC. LPPNU Bojonegoro, Zainal Fanani.

SuaraBanyuurip.com — Arifin Jauhari

Bojonegoro — Kabar bakal dibangunnya pabrik etanol dan metanol di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur kian santer terdengar dan mendapat sambutan antusias dari masyarakat setempat. Seiring dengan itu, muncul teka-teki mengenai bahan bakunya.

Rencana pembangunan pabrik etil alkohol (etanol) dan metil alkohol (metanol) di Bojonegoro itu disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Minenal (ESDM) Bahlil Lahadalia atas perintah Presiden Prabowo Subianto, pada 28 November 2024.

Pabrik direncanakan menelan anggaran Rp19 triliun itu ditengarai merupakan yang terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi sekira 1 juta ton per tahun, dan menjadi harapan yang sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bojonegoro.

Pasalnya, pabrik etanol dan metanol itu berpotensi akan meningkatkan jumlah angkatan kerja, menggerakkan ekonomi masyarakat, dan sangat mungkin akan menambah Pendapatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro.

Berkenaan bahan baku yang akan digunakan oleh industri tersebut, Ketua Pengurus Cabang Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (PC. LPPNU) Bojonegoro Zaenal Fanani, SPi, MP mengatakan, bahwa etanol dan metanol yang merupakan keluarga alkohol bisa dibuat dengan sumber bahan baku C organik seperti tebu, jagung, sorgum dan sumber karbohidrat lainnya.

“Namun begitu bisa juga dibuat dari sumber bahan baku C AnOrganik seperti Etilena/Etena (C2H4) untuk pembuatan Etanol dan Metana (CH4) serta Carbon dioksida (CO2) untuk pembuatan Metanol,” kata Zainal Fanani kepada Suarabanyuurip.com, Kamis (05/12/2024).

Pembuatan Etanol dan Metanol dengan menggunakan C AnOrganik disebutnya memiliki beberapa kelebihan, pertama bukan komoditas pangan. Ini mengingat sekarang dunia sedang kekurangan bahan pangan.

Kelebihan ke dua, jumlahnya banyak, sehingga mencukupi secara kuantitas. Kemudian kelebihan yang ketiga ialah terjaganya keberlanjutan atau kontinyuitas dan keempat lebih ekonomis.

Analisa ekonomis pembuatan industri etanol yang menggunakan etilena lebih unggul dibanding dengan menggunakan tetes tebu dengan presentase Return On Investment (ROI) sebesar 39,34 persen dibanding 20 persen, demikian juga nilai Break Event Point (BEP) sebesar 42,9 persen dibanding 54 persen.

Bojonegoro diketahui merupakan penyuplai 30 persen produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional, dia katakan mempunyai potensi yang sangat besar dalam mendukung Industri berbahan baku migas. Sebab salah satu unit pengolahan migas saja di Bojonegoro mampu menghasilkan raw gas sebesar 315 MMSCFD (juta kaki kubik per hari). Apabila jumlah satuan gas itu dikonversikan dalam satuan kilogram (kg), maka akan setara dengan 6,7 juta kg gas per hari.

“Kalau satu unit saja sebesar itu maka berapa potensi raw gas yang dihasilkan oleh puluhan unit pengolahan minyak di Bojonegoro ?” ujar Zainal.

Pria yang menjabat Sekretaris Dinas (Sekdin) pada Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pemkab Bojonegoro ini melanjutkan, pemanfaatan raw gas hasil side produk pengelolaan minyak di Bojonegoro masih sangat minim, rata-rata dibuang di udara, dibakar sebagai flare atau di injeksikan ke dalam bumi kembali.

Oleh sebab itu maka pembangunan industri etanol dan metanol di Bojonegoro merupakan momentum bangkitnya industri berbahan baku migas, yang harapannya diikuti dengan bangkitnya industri industri lainnya, seperti industri plastik dan polimer, industri pupuk, industri karet, dan serat sintetis.

“Pendirian pabrik etanol dan metanol di Bojonegoro merupakan hadiah yang sangat berarti bagi masyarakat Bojonegoro oleh Bapak Presiden Prabowo Subianto dan Bupati Terpilih Bapak Setyo Wahono dan Ibu Nurul Azizah,” tandas Zainal Fanani.(fin)

 

»Follow Suarabanyuurip.com di
» Google News SUARA BANYUURIP
» dan Saluran WhatsApp Channel SuaraBanyuurip.com


Pos terkait